Tuesday, February 15, 2011

HUKUM PERDATA DI INDONESIA

salah satu bidang hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki subyek hukum dan hubungan antara subyek hukum. Hukum perdata disebut pula hukum privat atau hukum sipil sebagai lawan dari hukum publik.
Hukum publik mengatur hal-hal yang berkaitan dengan negara serta kepentingan umum misalnya politik dan pemilu (hukum tata negara), kegiatan pemerintahan sehari-hari (hukum administrasi atau tata usaha negara), kejahatan (hukum pidana)
Hukum perdata mengatur hubungan antara penduduk atau warga negara sehari-hari, seperti misalnya kedewasaan seseorang, perkawinan, perceraian, kematian, pewarisan, harta benda, kegiatan usaha dan tindakan-tindakan yang bersifat perdata lainnya.
Terjadinya hubungan hukum antara pihak-pihak menunjukkan adanya subyek sebagai pelaku dan benda yang dipermasalahkan oleh para pihak sebagai obyek hukum.
Subyek hukum adalah segala sesuatu yang dapat mempunyai hak dan kewajiban untuk bertindak dalam hukum. Terdiri dari orang dan badan hukum.
Obyek hukum adalah segala sesuatu berguna bagi subyek hukum dan dapat menjadi pokok suatu hubungan hukum yang dilakukan oleh subyek hukum. Obyek hukum adalah benda.
Hak adalah kekuasaan, kewenangan yang diberikan oleh hukum kepada subyek hukum.
Kewajiban adalah beban yang diberikan oleh hukum kepada orang ataupun badan hukum.

Ada beberapa sistem hukum yang berlaku di dunia dan perbedaan sistem hukum tersebut juga mempengaruhi bidang hukum perdata, antara lain:
a. sistem hukum Anglo-Saxon (Common Law) yaitu sistem hukum yang berlaku di Kerajaan Inggris Raya termasuk negara persemakmuran atau negara-negara yang terpengaruh oleh Inggris, misalnya Amerika Serikat.
b. sistem hukum Eropa Continental, sistem hukum yang diterapkan di daratan Eropa.
Hukum perdata di Indonesia didasarkan pada hukum perdata di Belanda, khususnya hukum perdata Belanda pada masa penjajahan.
Kitab Undang-undang Hukum Perdata (dikenal KUHPer.) yang berlaku di Indonesia tidak lain adalah terjemahan dari ''Burgerlijk Wetboek'' (atau dikenal dengan BW) yang berlaku di kerajaan Belanda dan diberlakukan di Indonesia berdasarkan azas konkordansi (azas persamaan hukum). Untuk Indonesia yang saat itu masih bernama Hindia Belanda, BW diberlakukan mulai 1859. Hukum perdata Belanda sendiri disadur dari hukum perdata yang berlaku di Perancis dengan beberapa penyesuaian.
Kitab undang-undang hukum perdata (disingkat KUHPer) terdiri dari empat bagian, yaitu:

I. Buku I tentang Orang
Mengatur tentang hukum perseorangan dan hukum keluarga, yaitu hukum yang mengatur status serta hak dan kewajiban yang dimiliki oleh subyek hukum. Antara lain ketentuan mengenai timbulnya hak keperdataan seseorang, kelahiran, kedewasaan, perkawinan, keluarga, perceraian dan hilangnya hak keperdataan. Khusus untuk bagian perkawinan, sebagian ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan.
II. Buku II tentang Kebendaan
Mengatur tentang hukum benda, yaitu hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki subyek hukum yang berkaitan dengan benda, antara lain hak-hak kebendaan, waris dan penjaminan. Yang dimaksud dengan benda meliputi :
1. benda berwujud (tangible assets)
a. bergerak, misalnya kendaraan bermotor, perhiasan.
b. tidak bergerak misalnya tanah, bangunan dan kapal dengan berat tertentu.
2. benda tidak berwujud (intangible assets) misalnya hak tagih atau piutang, termasuk Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI).
Khusus untuk bagian tanah, sebagian ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU nomor 5 tahun 1960 tentang agraria. Begitu pula bagian mengenai penjaminan dengan hipotik, telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU tentang hak tanggungan.
III. Buku III tentang Perikatan
Mengatur tentang hukum perikatan (perjanjian), yaitu hukum yang mengatur tentang hak dan kewajiban antara subyek hukum di bidang perikatan, antara lain tentang jenis-jenis perikatan (yang terdiri dari perikatan yang timbul dari (ditetapkan) undang-undang dan perikatan yang timbul dari adanya perjanjian), syarat-syarat dan tata cara pembuatan suatu perjanjian.
Khusus untuk bidang perdagangan, Kitab undang-undang hukum dagang (KUHD) juga dipakai sebagai acuan. Isi KUHD berkaitan erat dengan KUHPer, khususnya Buku III. Bisa dikatakan KUHD adalah bagian khusus dari KUHPer.
IV. Buku IV tentang Daluarsa dan Pembuktian
Mengatur hak dan kewajiban subyek hukum (khususnya batas atau tenggat waktu) dalam mempergunakan hak-haknya dalam hukum perdata dan hal-hal yang berkaitan dengan pembuktian.

No comments:

Post a Comment