Thursday, May 26, 2011

PERLINDUNGAN HAK - HAK KONSUMEN

Setiap konsumen yang dirugikan akibat mengkonsumsi barang/jasa yang tidak memenuhi aspek kesehatan, keamanan, kenyamanan dan keselamatan konsumen dapat menuntut ganti rugi kepada pelaku usaha melalui BPSK (Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen).
Pengaduan dilakukan dengan mengisi formulir yang disediakan BPSK dengan menyebut nama dan alamat pengadu (Konsumen), pelaku usaha dan melampirkan barang/jasa yang diadukan, bukti perolehan (bon, faktur, kwitansi dll), keterangan tempat dan waktu diperolehnya barang/jasa tersebut.Penyelesian sengketa konsumen di BPSK selambat-lambatnya 21 hari sudah harus diputuskan, terhitung sejak pengaduan.Putusan BPSK bersifat final dan mengikat dan tidak dapat dilakukan banding.

Perlu diketahui bahwa pada tanggal 20 April 1999 pengesahan Undang-Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) .Selanjutnya pada 20 April 2000 undang-undang ini efektif mulai diberlakukan.UUPK ini terdiri dari 15 Bab dan 65 Pasal yang dilengkapi dengan penjelasan.

Pada Pasal 2, memuat Azas dari perlindungan konsumen, yaitu : “perlindungan konsumen berasaskan manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan dan keselamatan konsumen, serta kepastian hukum”.

Bahwa sebagaimana kita ketahui bersama produsen atau disebut dengan kata lain pelaku usaha, yang memproduksi, menjual, menawarkan barang dan/atau jasa kepada masyarakat konsumen, terkadang tidak sesuai lagi dengan kenyataan yang ada. Masyarakat selaku Konsumen sering kali adalah korban yang posisinya dirugikan, akibat perbuatan dari pada pelaku usaha (produsen).Ada dua permasalahan yang umum akhir akhir ini secara transparan telah merugikan masyarakat konsumen, misalnya seringnya terjadi pemadaman Lampu dan tarif rekening listrik tiba2 melonjak yang dilakukan oleh PT. PLN. Serta para konsumen (pemakai) telepon seluler merk BlackBerry,hingga saat ini para konsumennya masih bingung jika ponsel mereka rusak mau diperbaiki dimana ? sekalipun konsumen Ponsel BlakcBerry mengantongi kartu garansi namun “Care Blackberry” tidak ada di Indonesia.

Sudah sangat jelas masyarakat konsumen adalah pihak paling dirugikan dalam permasalahan pemadaman lampu yang dilakukan oleh PT.PLN & produk Ponsel BlackBerry yang tidak melakukan purna jual di Indonesia sebagaimana apa yang pernah dijanjikan oleh perusahaan ponsel tersebut.Persoalan ini telah menjadi pembicaraan hari lepas hari, namun tidak ada tindak lanjutnya dari pihak masyarakat konsumen yang telah dirugikan.Hingga menimbulkan pertanyaan “ Kenapa… , dan Ada apa dibalik ini semuanya ….?...

Konsumen Indonesia lebih banyak pasrah dengan keadaan, atau barangkali tidak tau caranya mengadukan produsen yang telah merugikan dirinya sebagai pemakai/pengguna barang. Pada umumnya masyarakat konsumen kita hanya mengetahui dan mengadukan persoalannya kepada Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) tanpa menindak lanjuti untuk menuntut produsen yang telah merugikan diri konsumen.Persoalan konsumen yang dirugikan produsen, lebih banyak mengendap atau diendapkan oleh oknum yang ingin mendapatkan keuntungan dari persoalan yang dialami konsumen.Apalagi ada pihak yang memberikan informasi tidak benar, ada yang mengatakan untuk memperkarakan produsen butuh biaya besar, termasuk biaya menggunakan jasa pengacara untuk menuntut haknya yang telah dirugikan oleh produsen.

Pengalaman beberapa orang konsumen yang melaporkan perkaranya telah mendapat bantuan hukum dari YLKI ( Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia), mereka berkomentar bahwa mencari keadilan melalui pengadilan memakan waktu, biaya yang tidak sedikit, serta pengorbanan dari keluarga. Tidak jarang pengorbanan yang diberikan tidak sebanding dengan manfaat serta keuntungan yang diperoleh nantinya dalam rangka menuntut produsen.Komentar dari masyarakat konsumen yang bernada pesimis ini, adalah akibat penerimaan informasi serta nasehat-nasehat hukum yang sesat & nakal yang diberikan kepada para konsumen yang mengadu.Semuanya ini diakibatkan konsumen selaku pihak korban tidak kritis, juga sebab lebih banyak masyarakat konsumen kita tidak mengetahui hak – hak dan tata cara upaya hukum dan ke lembaga mana saja mereka dapat menuntut haknya, bilamana terjadi kerugian akibat perbuatan nakal produsen..?

Kita selaku Konsumen (penggunan barang & jasa) adalah sebagai berikut :

1. Konsumen yang menggunakan barang/jasa untuk keperluan komersial (diperdagangkan kembali) ;
2. Konsumen yang menggunakan barang/jasa untuk keperluan diri sendiri/ keluarga dan non-komersial.(dipakai sendiri)

Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) merupakan suatu lembaga khusus yang di bentuk oleh tiap-tiap Daerah Tingkat II untuk penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan. Uraian mengenai kelembagaan dan keanggotaan, tugas dan wewenang, serta penyelesaian sengketa oleh BPSK dapat ditemukan secara khusus dalam Bab XI Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen, yang dimulai dari Pasal 49 sampai Pasal 58.
Menurut Pasal 52, BPSK mempunyai tugas dan wewenang sebagai berikut :
a. Melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen dengan cara melalui mediasi atau arbitrase atau koalisi ;
b. Memberikan konsultasi perlindungan konsumen ;
c. Melakukan pengawasan terhadap pencantuman klausula baku;
d. Melaporkan kepada penyidik umum apabila terjadi pelanggaran ketentuan dalam Undang-undang ini ;
e. Menerima pengaduan, baik tertulis maupun tidak tertulis dari konsumen tentang terjadinya pelanggaran terhadap perlindungan konsumen ;
f. Melakukan penelitian dan pemeriksaan sengketa perlindungan konsumen ;
g. Memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran terhadap perlindungan konsumen ;
h. Memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli, dan/atau setiap orang yang dianggap mengetahui pelanggaran terhadap Undang-undang ini ;
i. Meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi, saksi ahli, atau setiap orang sebagai mana dimaksud pada huruf g dan huruf h, yang tidak bersedia memenuhi panggilan badan penyelesaian sengketa konsumen ;
j. Mendapatkan, meneliti, dan/atau menilai surat, dokumen, atau alat bukti lain guna penyelidikan dan/atau pemeriksaan ;
k. Memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugian di pihak konsumen ;
l. Memberitahukan putusan pelaku usaha yang melakukan pelanggaran terhadap perlindungan konsumen ;
m. Menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan Undang-undang ini.

Dalam Pasal 54 Ayat (3) Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen dikatakan bahwa putusan yang dijatuhkan majelis (BPSK) bersifat final dan mengikat. Walaupun demikian, para pihak yang tidak setuju atas putusan tersebut dapat mengajukan keberatan kepada Pengadilan Negeri untuk diputus. Terhadap putusan Pengadilan Negeri ini, meskipun dikatakan bahwa Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen hanya memberikan hak kepada pihak yang tidak merasa puas atas putusan tersebut untuk mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung.

Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) juga telah memberikan jangka waktu yang pasti bagi penyelesaian perselisihan konsumen yang timbul, yakni 21 (dua puluh satu) hari untuk proses pada tinggkat pengadilan negeri, dan 30 (tiga puluh) hari untuk diselesaikan oleh Mahkamah Agung, dengan “jeda” masing-masing 14 (empat belas) hari untuk mengajukan keberatan ke Penggadilan Negeri maupun kasasi ke Mahkamah Agung

Aturan mengenai sanksi-sanksi yang dapat dikenakan kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan dapat ditemukan dalam Bab XIII Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen, dimulai dari Pasal 60 sampai dengan Pasal 63. Sanksi-sanksi yang dapat dikenakan terdiri dari :
1. Sanksi administrative;
2. Sanksi pidana pokok ;
3. Sanksi pidana tambahan.

1. Sanksi Administrative
Sanksi administrative diatur dalam satu Pasal, yaitu Pasal 60. Sanksi administrative ini, sebagaimana merupakan suatu “hak khusus” yang diberikan oleh Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen kepada Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) atas tugas dan/atau kewenangan yang diberikan oleh Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen ini kepada BPSK untuk menyelesaikan persengketaan konsumen di luar pengadilan.
Menurut ketentuan Pasal 60 ayat (2) jo. Pasal 60 ayat (1) Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen, sanksi administratif yang dapat dijatuhkan oleh BPSK adalah berupa penetapan ganti rugi sampai setinggi-¬tingginya Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) terhadap para pelaku usaha yang melakukan pelanggaran terhadap/dalam rangka :

1. Tidak dilaksanakannya pemberian ganti rugi oleh pelaku usaha kepada para konsumen, dalam bentuk pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis, maupun perawatan kesehatan atau pemberian santunan atas kerugian yang diderita oleh konsumen;
2. Terjadinya kerugian sebagai akibat kegiatan produksi iklan yang dilakukan oleh pelaku usaha periklanan;
3. Pelaku usaha yang tidak dapat menyediakan fasilitas, jaminan, purna- jual, baik dalam bentuk suku cadang maupun pemeliharaanya, serta pemberian jaminan atau garansi yang telah ditetapkan sebelumnya; balk berlaku terhadap pelaku usaha yang memperdagangkan barang dan/atau jasa.

2. Sanksi Pidana Pokok
Sanksi pidana pokok adalah sanksi yang dapat dikenakan dan dijatuhkan oleh pengadilan atas tuntutan jaksa penuntut umum terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku usaha. Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen memungkinkan dilakukannya penuntutan pidana terhadap pelaku usaha dan/atau pengurusnya.
Rumusan Pasal 62 Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen menentukan bahwa pelaku usaha dan/atau pengurusnya yang melakukan pelanggaran terhadap :
1. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam :
a. Pasal 8, mengenai barang dan/atau jasa yang tidak memenuhi standar yang telah ditetapkan ;
b. Pasal 9 dan Pasal 10, mengenai informasi yang tidak benar;
c. Pasal 13 ayat (2), mengenai penawaran obat-obatan dan hal-hal yang berhubungan dengan kesehatan ;
d. Pasal 15, mengenai penawaran barang secara paksaan (fisik) ;
e. Pasal 17 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf e, mengenai Man yang memuat informasi yang tidak sesuai dengan kenyataan atau menyesatkan ;
f. Pasal 17 ayat (2), mengenai peredaran Man yang dilarang, dan;
g. Pasal 18, mengenai pencantuman klausula baku ;
Dapat dikenakan sanksi pidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda sebanyak Rp. 2.000.000.000,00.- (dua milyar rupiah).
2. Ketentuan sebagaimana dimaksudkan dalam
a. Pasal 11, mengenai penjualan secara obral atau lelang ;
b. Pasal 12, mengenai penawaran dengan tarif khusus ;
c. Pasal 13 ayat (1), mengenai pemberian hadiah secara cuma-cuma;
d. Pasal 14, mengenai penawaran dengan memberikan hadiah melalui undian ;
e. Pasal 16, mengenai penawaran melalui pesanan ;
f. Pasal 17 ayat (1) huruf d dan huruf f mengenai produksi iklan yang bertentangan etika, kesusilaan, dan ketentuan hukum yang berlaku ;
Dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua ) tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
3. Pelanggaran yang mengakibatkan luka berat, sakit berat, cacat tetap, atau kematian, maka akan diberlakukan ketentuan pidana yang berlaku secara umum.



3. Sanksi Pidana Tambahan
Ketentuan Pasal 63 Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen memungkinkan diberikannya sanksi pidana tambahan di luar sanksi pidana pokok yang dapat dijatuhkan berdasarkan ketentuan Pasal 62 Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen.
Sanksi-sanksi pidana tambahan yang dapat dijatuhkan berupa:
a. Perampasan barang tertentu ;
b. Pengumuman keputusan hakim ;
c. Pembayaran ganti rugi ;
d. Perintah penghentian kegiatan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian konsumen ;
e. Kewajiban penarikan barang dari peredaran ;
f. Pencabutan izin usaha.

Adapun mengenai pembuktian mengenai kesalahan pelaku usaha seperti halnya beban pembuktian perdata, ketentuan Pasal 22 Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen memberikan beban dan tanggung jawab pembuktian pidana atas/mengenai kesalahan dalam setiap pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku usaha kepada pelaku usaha sepenuhnya. Walaupun demikian Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen tidak menutup kemungkinan dilakukannya pembuktian oleh jaksa penuntut umum.
Dalam Pasal 54 Ayat (3) Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen dikatakan bahwa putusan yang dijatuhkan majelis (BPSK) bersifat final dan mengikat. Walaupun demikian, para pihak yang tidak setuju atas putusan tersebut dapat mengajukan keberatan kepada Pengadilan Negeri untuk diputus. Terhadap putusan Pengadilan Negeri ini, meskipun dikatakan bahwa Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen hanya memberikan hak kepada pihak yang tidak merasa puas atas putusan tersebut untuk mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung, namun dengan mengingat akan relativitas dari “tidak merasa puas”, peluang untuk mengajukan kasasi sebenarnya terbuka bagi setiap pihak dalam perkara. Selain itu, Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen juga telah memberikan jangka waktu yang pasti bagi penyelesaian perselisihan konsumen yang timbul, yakni 21 (dua puluh satu) hari untuk proses pada tinggkat pengadilan negeri, dan 30 (tiga puluh) hari untuk diselesaikan oleh Mahkamah Agung, dengan “jeda” masing-masing 14 (empat belas) hari untuk mengajukan keberatan ke Penggadilan Negeri maupun kasasi ke Mahkamah Agung

No comments:

Post a Comment