Usia remaja adalah masa dimana individu sedang mencari jati diri, karena itu remaja biasanya senang mencoba sesuatu yang baru, melakukan eksperimen sebelum menentukan dirinya berada dalam kelompok tertentu. Remaja biasanya senang tampil beda baik secara individual maupun secara kelompok dan hal ini berlaku juga dalam pemilihan fashion. Remaja lebih menyukai fashion yang mampu memberikan kesempatan untuk berekspresi dan menunjukkan kepada publik “Who I am” atau “Who We Are”.
Kondisi remaja yang sedang mencari identitas merupakan sebuah peluang untuk memulai sebuah bisnis yang mampu mengekspresikan keinginan-keinginan mereka. Dan biasanya remaja selalu mengikuti mode atau trend yang sedang berlaku, oleh karena itu bisnis ini tidak akan lekang oleh waktu.
Saat ini bisnis Distribution Outlet (Distro) sedang menjamur. Distro adalah tempat menawarkan aneka macam barang antara lain kaos, pakaian, tas, sepatu, dan segala rupa pernak-pernik yang disukai remaja dan anak muda saat ini. Biasanya selalu mengikuti tren yang sedang berlaku. Akan tetapi hanya sedikit Distro yang berani menawarkan konsep unik dan tidak biasa yang disenangi remaja.
Untuk memenuhi keinginan remaja yang selalu ingin tampil beda dan ekspresif maka konsep bisnis Kaos Distro yang saya tawarkan berbeda dari Distro yang telah ada, yaitu bahwa kaos yang akan saya pasarkan adalah kaos berdasarkan pesanan dari konsumen. Setiap konsumen boleh menentukan design kaos yang diinginkan dan nama konsumen akan dicantumkan dikaos seperti sebuah hak cipta, sehingga konsumen merasa dihargai sebagai bagian dari Distro Baronk.
Disamping kaos yang dibuat sesuai pesanan konsumen, saya juga membuat design kaos yang menjadi ciri Distro kami, dengan konsep menggali sejarah kota Bandung dari berbagai sisi atau peristiwa aktual yang dapat dijadikan momentum. Dalam hal ini nama designer juga dicantumkan di setiap kaos sebagai bentuk penghargaan terhadap sebuah karya.
Tuesday, December 13, 2011
Tuesday, September 20, 2011
Cara Berbicara Yang Baik Di Depan Umum Agar Tidak Grogi Dan Menarik
Topik :Cara Berbicara Yang Baik Di Depan Umum Agar Tidak Grogi Dan Menarik
Judul : Menjadi Pembicara Yang Baik
Tujuan Penulisan :
-Memudahkan cara berbicara yang benar
-Agar percaya biri berbicara di depan umum
Bagaimana menjadi pembicara yang baik di depan umum. Bagi kita orang awam, sungguh berbicara di depan orang banyak adalah suatu beban yang teramat berat, walau bagi sebagian orang lagi seakan-akan tidak ada beban apapun untuk menerangkan sesuatu, diselingi canda pada audience sedemikian menariknya, masih bisa pula mencetuskan gagasan spontan yang terlihat natural wajar tanpa dipaksakan dalam waktu yang relatif singkat, dan lain sebagainya. Tetapi mampukah kita melakukan yang demikian itu? Bercakap di depan umum seperti mengobrol ringan dengan teman saja?
Okelah, berikut adalah tips untuk melatih diri kita supaya bisa fluent atau lancar dalam berbicara di depan audience publik, seperti dalam khutbah, ceramah, symposium, seminar dan lain sebagainya.
1. Mulailah dengan berdoa, jika anda orang islam maka bacaan basmalah, tahmid, dan tahlil akan membuat hati anda lebih tegar, karena segala pujian itu milik Allah, dan apalah artinya sebuah percakapan kecil di depan sesama hamba-hamba-Nya yang hina, sambil memohon semoga apa yang kita sampaikan terhindar dari kemaksiatan, syukur-syukur bisa dipetik hikmahnya oleh pendengar lalu menjadi tanaman amal kebaikan.
2. Perencanaan dan latihan sangat menentukan, seperti kata pepatah, practice make perfect, atau latihan akan membuat semakin sempurna. Jika memang belum saatnya untuk tampil spontan, jangan ragu untuk menolak tampil di depan umum daripada membuat mental kita menjadi down untuk praktek selanjutnya.
3. Berpakaian yang menarik, sopan, dan rapi, tentunya disesuaikan dengan kebutuhan acara yang akan dihadiri.
4. Pitch Control, nafas ditata agar teratur, dan sedikit lebih merendahkan nada suara di awal pembicaraan atau pidato sangat membantu untuk mengurangi rasa grogi.
5. Tersenyum simpul, antara tersenyum dan tidak tersenyum untuk merenyahkan suara serta memperbaiki penampilan.
Judul : Menjadi Pembicara Yang Baik
Tujuan Penulisan :
-Memudahkan cara berbicara yang benar
-Agar percaya biri berbicara di depan umum
Bagaimana menjadi pembicara yang baik di depan umum. Bagi kita orang awam, sungguh berbicara di depan orang banyak adalah suatu beban yang teramat berat, walau bagi sebagian orang lagi seakan-akan tidak ada beban apapun untuk menerangkan sesuatu, diselingi canda pada audience sedemikian menariknya, masih bisa pula mencetuskan gagasan spontan yang terlihat natural wajar tanpa dipaksakan dalam waktu yang relatif singkat, dan lain sebagainya. Tetapi mampukah kita melakukan yang demikian itu? Bercakap di depan umum seperti mengobrol ringan dengan teman saja?
Okelah, berikut adalah tips untuk melatih diri kita supaya bisa fluent atau lancar dalam berbicara di depan audience publik, seperti dalam khutbah, ceramah, symposium, seminar dan lain sebagainya.
1. Mulailah dengan berdoa, jika anda orang islam maka bacaan basmalah, tahmid, dan tahlil akan membuat hati anda lebih tegar, karena segala pujian itu milik Allah, dan apalah artinya sebuah percakapan kecil di depan sesama hamba-hamba-Nya yang hina, sambil memohon semoga apa yang kita sampaikan terhindar dari kemaksiatan, syukur-syukur bisa dipetik hikmahnya oleh pendengar lalu menjadi tanaman amal kebaikan.
2. Perencanaan dan latihan sangat menentukan, seperti kata pepatah, practice make perfect, atau latihan akan membuat semakin sempurna. Jika memang belum saatnya untuk tampil spontan, jangan ragu untuk menolak tampil di depan umum daripada membuat mental kita menjadi down untuk praktek selanjutnya.
3. Berpakaian yang menarik, sopan, dan rapi, tentunya disesuaikan dengan kebutuhan acara yang akan dihadiri.
4. Pitch Control, nafas ditata agar teratur, dan sedikit lebih merendahkan nada suara di awal pembicaraan atau pidato sangat membantu untuk mengurangi rasa grogi.
5. Tersenyum simpul, antara tersenyum dan tidak tersenyum untuk merenyahkan suara serta memperbaiki penampilan.
16 Cara Menggunakan Bahasa Tubuh yang Baik
Secara garis besar, bahasa tubuh terdiri dari bagaimana cara anda duduk, cara anda berdiri, cara anda menggunakan kedua tangan dan kaki anda, serta apa yang anda lakukan ketika berbicara dengan seseorang.
Dibawah ini adalah beberapa bahasa tubuh yang perlu anda perhatikan ketika berbicara dengan seseorang :
1. Jangan silangkan kaki dan tangan anda.
Anda mungkin sudah sering mendengar bahwa menyilangkan tangan atau kaki dapat menunjukkan bahwa anda tertutup terhadap lawan bicara anda dan ini tidak menciptakan hubungan pembicaraan yang baik. Bukalah selalu posisi tangan dan kaki anda.
2. Lakukan kontak mata, namun bukan menatapnya.
Dengan melakukan kontak mata pada lawan bicara anda dapat membuat hubungan pembicaraan menjadi lebih baik dan anda dapat melihat apakah mereka sedang mendengarkan anda atau tidak. Namun juga bukan dengan menatapnya (terus menerus), karena akan membuat lawan bicara anda menjadi gelisah.
Jika anda tidak terbiasa melakukan kontak mata pada lawan bicara anda, memang anda akan merasakan ketidaknyamanan pada saat pertama kali. Namun lakukan saja terus dan anda akan terbiasa suatu saat nanti.
3. Buatlah jarak antara kedua kaki anda.
Memberi jarak antara kedua kaki (tidak dirapatkan) baik dalam posisi berdiri maupun duduk menunjukkan bahwa anda cukup percaya diri dan nyaman dengan posisi anda.
4. Santaikan bahu anda.
Ketika anda merasa tegang, anda akan merasakan juga ketegangan di kedua bahu anda. Biasanya terlihat dari posisi bahu yang sedikit terangkat dan maju ke depan. Cobalah untuk mengendurkan ketegangan dengan menggerakkan bahu anda dan mundurkan kembali posisinya ke belakang atau bersandar.
5. Mengangguk ketika lawan bicara anda sedang berbicara.
Mengangguk menandakan bahwa anda memang sedang mendengarkan. Namun bukan berarti anda mengangguk berlebihan (terus menerus dan cepat) layaknya burung pelatuk :) , karena anda akan terlihat seperti dibuat-buat.
6. Jangan membungkuk, duduklah dengan tegak.
Membungkuk menandakan bahwa anda tidak bergairah, dan tegak disini maksudnya adalah tetap dalam koridor santai, tidak tegang.
7. Condongkan badan, namun jangan terlalu banyak.
Jika anda ingin menunjukkan bahwa anda tertarik dengan apa yang disampaikan oleh lawan bicara anda, condongkan sedikit tubuh anda ke arahnya. Namun jangan juga terlalu condong karena anda terlihat seperti akan meminta sesuatu.
Jika anda ingin menunjukkan bahwa anda cukup percaya diri dan santai, condongkan sedikit badan anda ke belakang. Namun juga jangan terlalu condong, karena anda akan terlihat arogan.
8. Tersenyum dan tertawa.
Bercerialah, jangan terlalu serius. Santai, tersenyum bahkan tertawa jika seseorang menceritakan sesuatu hal yang lucu. Orang akan cenderung mendengarkan anda jika anda terlihat sebagai orang yang positif. Namun juga jangan menjadi orang yang pertama kali tertawa jika anda sendiri yang menceritakan cerita lucu nya, karena anda akan terkesan gugup dan seperti minta dikasihani.
Tersenyumlah ketika anda berkenalan dengan seseorang, namun jangan pula tersenyum terus menerus karena anda akan dianggap menyimpan sesuatu dibalik senyuman anda.
9. Jagalah posisi kepala anda tetap lurus.
Jangan melihat ke bawah ketika anda berbicara dengan seseorang. Anda akan terlihat seperti tidak nyaman berbicara dengan lawan bicara anda dan juga terlihat seperti orang yang tidak percaya diri.
10. Jangan terburu-buru.
Ini bisa berlaku untuk apa saja. Bagi anda yang mempunyai kebiasaan berjalan dengan cepat, cobalah sesekali untuk memperlambat jalan anda. Selain anda akan terlihat lebih tenang dan penuh percaya diri, anda juga akan merasakan tingkat stress anda berkurang.
11. Hindari gerakan-gerakan yang menunjukkan bahwa anda gelisah.
Seperti menyentuh muka anda, menggoyang-goyangkan kaki anda atau mengetuk-ngetuk jari anda di atas meja dengan cepat. Gerakan-gerakan semacam itu menunjukkan bahwa anda gugup dan dapat mengganggu perhatian lawan bicara atau orang-orang yang sedang berbicara dengan anda.
12. Efektifkan penggunaan tangan anda.
Daripada anda menggunakan tangan anda untuk hal-hal yang dapat mengganggu perhatian lawan bicara anda, seperti disebutkan dalam point 11 diatas, lebih baik anda menggunakan tangan anda untuk membantu menjelaskan apa yang anda sampaikan.
13. Rendahkan gelas minuman anda.
Seringkali kita berbicara dengan seseorang sambil memegang gelas minum di depan dada kita. Sikap ini agak kurang baik karena akan membuat ‘jarak’ yang cukup jauh antara anda dan lawan bicara anda. Rendahkan posisi gelas minuman anda, bahkan jika perlu anda memegangnya sampai di dekat kaki.
14. Jangan berdiri terlalu dekat.
Dalam artikel saya : Bagaimana Mengetahui Seseorang Sedang Berbohong, saya sempat mengulas sedikit bahwa orang yang merubah posisinya menjadi terlalu dekat pada lawan bicaranya dapat menandakan bahwa ia sedang menyembunyikan sesuatu atau mempunyai maksud tertentu. Selain itu tentu saja akan membuat lawan bicaranya menjadi tidak nyaman. Jagalah selalu jarak ’privacy’ antara anda dan lawan bicara anda.
15. Berkaca.
Dalam buku-buku mengenai penjualan, saya sering menemukan tentang istilah berkaca ini. Pada intinya ketika 2 orang terkoneksi dan melakukan hubungan pembicaraan yang positif, mereka secara tidak sadar akan saling berkaca satu sama lain. Dalam arti anda akan sedikit meniru bahasa tubuh lawan bicara anda, begitu juga sebaliknya.
Anda dapat juga melakukan teknik berkaca yang proaktif (dengan sadar) untuk lebih meningkatkan kualitas hubungan anda dan lawan bicara anda. Sebagai contoh, jika lawan bicara anda sedikit mencondongkan badannya ke depan, anda dapat juga mencondongkan badan anda ke depan. Jika lawan bicara anda menaruh satu tangannya di atas meja, anda juga dapat melakukan hal yang sama. Namun tetap perlu diingat, jangan melakukan gerakan tiruan dengan jeda waktu yang sangat singkat dan hampir semua gerakan ditiru. Lawan bicara anda akan melihat suatu keanehan dan tampak seperti sirkus. :)
16. Jagalah selalu sikap anda.
Apa yang anda rasakan akan tersalur lewat bahasa tubuh dan dapat menjadi perbedaan yang besar terhadap kualitas hubungan anda dan lawan bicara anda. Tetaplah jaga sikap yang positif, terbuka dan santai.
Perlu diingat bahwa anda dapat merubah bahasa tubuh yang kurang baik, tentu saja selama anda memahami bahwa untuk menciptakan kebiasaan yang baru memerlukan sebuah proses. Jangan juga mencoba melakukan semua dengan sekaligus karena akan membuat anda bingung dan penat.
Fokus saja pada 2-3 bahasa tubuh yang menjadi prioritas anda dan perbaiki terus menerus selama 3-4 minggu. Setelah waktu tersebut anda akan menciptakan suatu kebiasaan yang baru. Kemudian anda dapat melanjutkannya lagi untuk 2-3 bahasa tubuh berikutnya.
Dibawah ini adalah beberapa bahasa tubuh yang perlu anda perhatikan ketika berbicara dengan seseorang :
1. Jangan silangkan kaki dan tangan anda.
Anda mungkin sudah sering mendengar bahwa menyilangkan tangan atau kaki dapat menunjukkan bahwa anda tertutup terhadap lawan bicara anda dan ini tidak menciptakan hubungan pembicaraan yang baik. Bukalah selalu posisi tangan dan kaki anda.
2. Lakukan kontak mata, namun bukan menatapnya.
Dengan melakukan kontak mata pada lawan bicara anda dapat membuat hubungan pembicaraan menjadi lebih baik dan anda dapat melihat apakah mereka sedang mendengarkan anda atau tidak. Namun juga bukan dengan menatapnya (terus menerus), karena akan membuat lawan bicara anda menjadi gelisah.
Jika anda tidak terbiasa melakukan kontak mata pada lawan bicara anda, memang anda akan merasakan ketidaknyamanan pada saat pertama kali. Namun lakukan saja terus dan anda akan terbiasa suatu saat nanti.
3. Buatlah jarak antara kedua kaki anda.
Memberi jarak antara kedua kaki (tidak dirapatkan) baik dalam posisi berdiri maupun duduk menunjukkan bahwa anda cukup percaya diri dan nyaman dengan posisi anda.
4. Santaikan bahu anda.
Ketika anda merasa tegang, anda akan merasakan juga ketegangan di kedua bahu anda. Biasanya terlihat dari posisi bahu yang sedikit terangkat dan maju ke depan. Cobalah untuk mengendurkan ketegangan dengan menggerakkan bahu anda dan mundurkan kembali posisinya ke belakang atau bersandar.
5. Mengangguk ketika lawan bicara anda sedang berbicara.
Mengangguk menandakan bahwa anda memang sedang mendengarkan. Namun bukan berarti anda mengangguk berlebihan (terus menerus dan cepat) layaknya burung pelatuk :) , karena anda akan terlihat seperti dibuat-buat.
6. Jangan membungkuk, duduklah dengan tegak.
Membungkuk menandakan bahwa anda tidak bergairah, dan tegak disini maksudnya adalah tetap dalam koridor santai, tidak tegang.
7. Condongkan badan, namun jangan terlalu banyak.
Jika anda ingin menunjukkan bahwa anda tertarik dengan apa yang disampaikan oleh lawan bicara anda, condongkan sedikit tubuh anda ke arahnya. Namun jangan juga terlalu condong karena anda terlihat seperti akan meminta sesuatu.
Jika anda ingin menunjukkan bahwa anda cukup percaya diri dan santai, condongkan sedikit badan anda ke belakang. Namun juga jangan terlalu condong, karena anda akan terlihat arogan.
8. Tersenyum dan tertawa.
Bercerialah, jangan terlalu serius. Santai, tersenyum bahkan tertawa jika seseorang menceritakan sesuatu hal yang lucu. Orang akan cenderung mendengarkan anda jika anda terlihat sebagai orang yang positif. Namun juga jangan menjadi orang yang pertama kali tertawa jika anda sendiri yang menceritakan cerita lucu nya, karena anda akan terkesan gugup dan seperti minta dikasihani.
Tersenyumlah ketika anda berkenalan dengan seseorang, namun jangan pula tersenyum terus menerus karena anda akan dianggap menyimpan sesuatu dibalik senyuman anda.
9. Jagalah posisi kepala anda tetap lurus.
Jangan melihat ke bawah ketika anda berbicara dengan seseorang. Anda akan terlihat seperti tidak nyaman berbicara dengan lawan bicara anda dan juga terlihat seperti orang yang tidak percaya diri.
10. Jangan terburu-buru.
Ini bisa berlaku untuk apa saja. Bagi anda yang mempunyai kebiasaan berjalan dengan cepat, cobalah sesekali untuk memperlambat jalan anda. Selain anda akan terlihat lebih tenang dan penuh percaya diri, anda juga akan merasakan tingkat stress anda berkurang.
11. Hindari gerakan-gerakan yang menunjukkan bahwa anda gelisah.
Seperti menyentuh muka anda, menggoyang-goyangkan kaki anda atau mengetuk-ngetuk jari anda di atas meja dengan cepat. Gerakan-gerakan semacam itu menunjukkan bahwa anda gugup dan dapat mengganggu perhatian lawan bicara atau orang-orang yang sedang berbicara dengan anda.
12. Efektifkan penggunaan tangan anda.
Daripada anda menggunakan tangan anda untuk hal-hal yang dapat mengganggu perhatian lawan bicara anda, seperti disebutkan dalam point 11 diatas, lebih baik anda menggunakan tangan anda untuk membantu menjelaskan apa yang anda sampaikan.
13. Rendahkan gelas minuman anda.
Seringkali kita berbicara dengan seseorang sambil memegang gelas minum di depan dada kita. Sikap ini agak kurang baik karena akan membuat ‘jarak’ yang cukup jauh antara anda dan lawan bicara anda. Rendahkan posisi gelas minuman anda, bahkan jika perlu anda memegangnya sampai di dekat kaki.
14. Jangan berdiri terlalu dekat.
Dalam artikel saya : Bagaimana Mengetahui Seseorang Sedang Berbohong, saya sempat mengulas sedikit bahwa orang yang merubah posisinya menjadi terlalu dekat pada lawan bicaranya dapat menandakan bahwa ia sedang menyembunyikan sesuatu atau mempunyai maksud tertentu. Selain itu tentu saja akan membuat lawan bicaranya menjadi tidak nyaman. Jagalah selalu jarak ’privacy’ antara anda dan lawan bicara anda.
15. Berkaca.
Dalam buku-buku mengenai penjualan, saya sering menemukan tentang istilah berkaca ini. Pada intinya ketika 2 orang terkoneksi dan melakukan hubungan pembicaraan yang positif, mereka secara tidak sadar akan saling berkaca satu sama lain. Dalam arti anda akan sedikit meniru bahasa tubuh lawan bicara anda, begitu juga sebaliknya.
Anda dapat juga melakukan teknik berkaca yang proaktif (dengan sadar) untuk lebih meningkatkan kualitas hubungan anda dan lawan bicara anda. Sebagai contoh, jika lawan bicara anda sedikit mencondongkan badannya ke depan, anda dapat juga mencondongkan badan anda ke depan. Jika lawan bicara anda menaruh satu tangannya di atas meja, anda juga dapat melakukan hal yang sama. Namun tetap perlu diingat, jangan melakukan gerakan tiruan dengan jeda waktu yang sangat singkat dan hampir semua gerakan ditiru. Lawan bicara anda akan melihat suatu keanehan dan tampak seperti sirkus. :)
16. Jagalah selalu sikap anda.
Apa yang anda rasakan akan tersalur lewat bahasa tubuh dan dapat menjadi perbedaan yang besar terhadap kualitas hubungan anda dan lawan bicara anda. Tetaplah jaga sikap yang positif, terbuka dan santai.
Perlu diingat bahwa anda dapat merubah bahasa tubuh yang kurang baik, tentu saja selama anda memahami bahwa untuk menciptakan kebiasaan yang baru memerlukan sebuah proses. Jangan juga mencoba melakukan semua dengan sekaligus karena akan membuat anda bingung dan penat.
Fokus saja pada 2-3 bahasa tubuh yang menjadi prioritas anda dan perbaiki terus menerus selama 3-4 minggu. Setelah waktu tersebut anda akan menciptakan suatu kebiasaan yang baru. Kemudian anda dapat melanjutkannya lagi untuk 2-3 bahasa tubuh berikutnya.
Menulis adalah Proses Bernalar
Topik: Menulis adalah proses bernalar
Judul :Menulis sebagai suatu kegiatan menciptakan suatu catatan
Tujuan Penulisan:
-Agar Masyarakat dapat menulis dengan benar
-Memudahkan dalam proses bernalar
-Memberikan ilmu bagi masyarakat
Dalam bahasa Indonesia menulis adalah suatu kegiatan untuk menciptakan suatu catatan atau informasi pada suatu media atau tempat seperti kertas dengan menggunakan alat-alat seperti pinsil atau pena. Banyak orang suka menulis dan tanpa disadari bahwa dia memiliki kemampuan untuk menulis, menuangkan semua ide-idenya ke dalam sebuah kertas. terbentuklah sebuah cerita yang menarik sampai terciptalah sebuah hasil karya cerpen atau novel.
Karena berawal dari ketidak sengajaan menulis sampai akhirnya menjadi sebuah hobi yang bermanfaat untuk mengasah otak. Orang yang suka nulis berawal dari kebiasaannya suka atau senang membaca buku, Koran, majalah atau apa saja, kemudian dari membaca dituangkanlah ke dalam sebuah tulisan. seorang yang rutin menulis dan mengkaji beberapa hal dalam ilmu pengetahuan ataupun pengalaman pribadinya yang di tuangkan ke dalam pena, lambat laun akan membuatnya menghasilkan suatu karya tersendiri. Dimana pada karya itu sendiri akan terbentuk cerminan harga diri atau memiliki rasa bangga dapat melakukan yang terbaik untuk dirinya dan orang lain.
Menulis bukan hal yang sederhana, tetapi juga bukan hal yang berat. Menulis memerlukan perhatian yang serius dan totalitas pada saat menulis atau menuangkan gagasan dalam tulisan. Menulis adalah proses bernalar dimana sebelum menuangkan ide-idenya harus berfikir atau bernalar. Sebagai contohnya mahasiswa yang ingin menjadi sarjana sebelumnya harus membuat tugas akhir atau skripsi dimana pembuatan tugas akhir yaitu menulis suatu penelitian yang dibutuhkan bernalar yang butuh keseriusan agar terciptalah suatu tulisan yang bebobot dan berguna untuk orang lain.
Oleh karena itu dari sekarang mari kita menanamkan gemar mambaca dan menulis untuk dapat memberikan sumbangan karya bagi perkembangan ilmu dan dapat menyelesaikan tugas pamungkas kita sebagai seorang pelajar atau mahasiswa yaitu membuat dan menghasilkan suatu karya tulis atau karya ilmiah yang nanti akan bermanfaat untuk nanti kita di dunia kerja.
Judul :Menulis sebagai suatu kegiatan menciptakan suatu catatan
Tujuan Penulisan:
-Agar Masyarakat dapat menulis dengan benar
-Memudahkan dalam proses bernalar
-Memberikan ilmu bagi masyarakat
Dalam bahasa Indonesia menulis adalah suatu kegiatan untuk menciptakan suatu catatan atau informasi pada suatu media atau tempat seperti kertas dengan menggunakan alat-alat seperti pinsil atau pena. Banyak orang suka menulis dan tanpa disadari bahwa dia memiliki kemampuan untuk menulis, menuangkan semua ide-idenya ke dalam sebuah kertas. terbentuklah sebuah cerita yang menarik sampai terciptalah sebuah hasil karya cerpen atau novel.
Karena berawal dari ketidak sengajaan menulis sampai akhirnya menjadi sebuah hobi yang bermanfaat untuk mengasah otak. Orang yang suka nulis berawal dari kebiasaannya suka atau senang membaca buku, Koran, majalah atau apa saja, kemudian dari membaca dituangkanlah ke dalam sebuah tulisan. seorang yang rutin menulis dan mengkaji beberapa hal dalam ilmu pengetahuan ataupun pengalaman pribadinya yang di tuangkan ke dalam pena, lambat laun akan membuatnya menghasilkan suatu karya tersendiri. Dimana pada karya itu sendiri akan terbentuk cerminan harga diri atau memiliki rasa bangga dapat melakukan yang terbaik untuk dirinya dan orang lain.
Menulis bukan hal yang sederhana, tetapi juga bukan hal yang berat. Menulis memerlukan perhatian yang serius dan totalitas pada saat menulis atau menuangkan gagasan dalam tulisan. Menulis adalah proses bernalar dimana sebelum menuangkan ide-idenya harus berfikir atau bernalar. Sebagai contohnya mahasiswa yang ingin menjadi sarjana sebelumnya harus membuat tugas akhir atau skripsi dimana pembuatan tugas akhir yaitu menulis suatu penelitian yang dibutuhkan bernalar yang butuh keseriusan agar terciptalah suatu tulisan yang bebobot dan berguna untuk orang lain.
Oleh karena itu dari sekarang mari kita menanamkan gemar mambaca dan menulis untuk dapat memberikan sumbangan karya bagi perkembangan ilmu dan dapat menyelesaikan tugas pamungkas kita sebagai seorang pelajar atau mahasiswa yaitu membuat dan menghasilkan suatu karya tulis atau karya ilmiah yang nanti akan bermanfaat untuk nanti kita di dunia kerja.
Thursday, May 26, 2011
PERLINDUNGAN HAK - HAK KONSUMEN
Setiap konsumen yang dirugikan akibat mengkonsumsi barang/jasa yang tidak memenuhi aspek kesehatan, keamanan, kenyamanan dan keselamatan konsumen dapat menuntut ganti rugi kepada pelaku usaha melalui BPSK (Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen).
Pengaduan dilakukan dengan mengisi formulir yang disediakan BPSK dengan menyebut nama dan alamat pengadu (Konsumen), pelaku usaha dan melampirkan barang/jasa yang diadukan, bukti perolehan (bon, faktur, kwitansi dll), keterangan tempat dan waktu diperolehnya barang/jasa tersebut.Penyelesian sengketa konsumen di BPSK selambat-lambatnya 21 hari sudah harus diputuskan, terhitung sejak pengaduan.Putusan BPSK bersifat final dan mengikat dan tidak dapat dilakukan banding.
Perlu diketahui bahwa pada tanggal 20 April 1999 pengesahan Undang-Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) .Selanjutnya pada 20 April 2000 undang-undang ini efektif mulai diberlakukan.UUPK ini terdiri dari 15 Bab dan 65 Pasal yang dilengkapi dengan penjelasan.
Pada Pasal 2, memuat Azas dari perlindungan konsumen, yaitu : “perlindungan konsumen berasaskan manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan dan keselamatan konsumen, serta kepastian hukum”.
Bahwa sebagaimana kita ketahui bersama produsen atau disebut dengan kata lain pelaku usaha, yang memproduksi, menjual, menawarkan barang dan/atau jasa kepada masyarakat konsumen, terkadang tidak sesuai lagi dengan kenyataan yang ada. Masyarakat selaku Konsumen sering kali adalah korban yang posisinya dirugikan, akibat perbuatan dari pada pelaku usaha (produsen).Ada dua permasalahan yang umum akhir akhir ini secara transparan telah merugikan masyarakat konsumen, misalnya seringnya terjadi pemadaman Lampu dan tarif rekening listrik tiba2 melonjak yang dilakukan oleh PT. PLN. Serta para konsumen (pemakai) telepon seluler merk BlackBerry,hingga saat ini para konsumennya masih bingung jika ponsel mereka rusak mau diperbaiki dimana ? sekalipun konsumen Ponsel BlakcBerry mengantongi kartu garansi namun “Care Blackberry” tidak ada di Indonesia.
Sudah sangat jelas masyarakat konsumen adalah pihak paling dirugikan dalam permasalahan pemadaman lampu yang dilakukan oleh PT.PLN & produk Ponsel BlackBerry yang tidak melakukan purna jual di Indonesia sebagaimana apa yang pernah dijanjikan oleh perusahaan ponsel tersebut.Persoalan ini telah menjadi pembicaraan hari lepas hari, namun tidak ada tindak lanjutnya dari pihak masyarakat konsumen yang telah dirugikan.Hingga menimbulkan pertanyaan “ Kenapa… , dan Ada apa dibalik ini semuanya ….?...
Konsumen Indonesia lebih banyak pasrah dengan keadaan, atau barangkali tidak tau caranya mengadukan produsen yang telah merugikan dirinya sebagai pemakai/pengguna barang. Pada umumnya masyarakat konsumen kita hanya mengetahui dan mengadukan persoalannya kepada Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) tanpa menindak lanjuti untuk menuntut produsen yang telah merugikan diri konsumen.Persoalan konsumen yang dirugikan produsen, lebih banyak mengendap atau diendapkan oleh oknum yang ingin mendapatkan keuntungan dari persoalan yang dialami konsumen.Apalagi ada pihak yang memberikan informasi tidak benar, ada yang mengatakan untuk memperkarakan produsen butuh biaya besar, termasuk biaya menggunakan jasa pengacara untuk menuntut haknya yang telah dirugikan oleh produsen.
Pengalaman beberapa orang konsumen yang melaporkan perkaranya telah mendapat bantuan hukum dari YLKI ( Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia), mereka berkomentar bahwa mencari keadilan melalui pengadilan memakan waktu, biaya yang tidak sedikit, serta pengorbanan dari keluarga. Tidak jarang pengorbanan yang diberikan tidak sebanding dengan manfaat serta keuntungan yang diperoleh nantinya dalam rangka menuntut produsen.Komentar dari masyarakat konsumen yang bernada pesimis ini, adalah akibat penerimaan informasi serta nasehat-nasehat hukum yang sesat & nakal yang diberikan kepada para konsumen yang mengadu.Semuanya ini diakibatkan konsumen selaku pihak korban tidak kritis, juga sebab lebih banyak masyarakat konsumen kita tidak mengetahui hak – hak dan tata cara upaya hukum dan ke lembaga mana saja mereka dapat menuntut haknya, bilamana terjadi kerugian akibat perbuatan nakal produsen..?
Kita selaku Konsumen (penggunan barang & jasa) adalah sebagai berikut :
1. Konsumen yang menggunakan barang/jasa untuk keperluan komersial (diperdagangkan kembali) ;
2. Konsumen yang menggunakan barang/jasa untuk keperluan diri sendiri/ keluarga dan non-komersial.(dipakai sendiri)
Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) merupakan suatu lembaga khusus yang di bentuk oleh tiap-tiap Daerah Tingkat II untuk penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan. Uraian mengenai kelembagaan dan keanggotaan, tugas dan wewenang, serta penyelesaian sengketa oleh BPSK dapat ditemukan secara khusus dalam Bab XI Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen, yang dimulai dari Pasal 49 sampai Pasal 58.
Menurut Pasal 52, BPSK mempunyai tugas dan wewenang sebagai berikut :
a. Melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen dengan cara melalui mediasi atau arbitrase atau koalisi ;
b. Memberikan konsultasi perlindungan konsumen ;
c. Melakukan pengawasan terhadap pencantuman klausula baku;
d. Melaporkan kepada penyidik umum apabila terjadi pelanggaran ketentuan dalam Undang-undang ini ;
e. Menerima pengaduan, baik tertulis maupun tidak tertulis dari konsumen tentang terjadinya pelanggaran terhadap perlindungan konsumen ;
f. Melakukan penelitian dan pemeriksaan sengketa perlindungan konsumen ;
g. Memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran terhadap perlindungan konsumen ;
h. Memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli, dan/atau setiap orang yang dianggap mengetahui pelanggaran terhadap Undang-undang ini ;
i. Meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi, saksi ahli, atau setiap orang sebagai mana dimaksud pada huruf g dan huruf h, yang tidak bersedia memenuhi panggilan badan penyelesaian sengketa konsumen ;
j. Mendapatkan, meneliti, dan/atau menilai surat, dokumen, atau alat bukti lain guna penyelidikan dan/atau pemeriksaan ;
k. Memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugian di pihak konsumen ;
l. Memberitahukan putusan pelaku usaha yang melakukan pelanggaran terhadap perlindungan konsumen ;
m. Menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan Undang-undang ini.
Dalam Pasal 54 Ayat (3) Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen dikatakan bahwa putusan yang dijatuhkan majelis (BPSK) bersifat final dan mengikat. Walaupun demikian, para pihak yang tidak setuju atas putusan tersebut dapat mengajukan keberatan kepada Pengadilan Negeri untuk diputus. Terhadap putusan Pengadilan Negeri ini, meskipun dikatakan bahwa Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen hanya memberikan hak kepada pihak yang tidak merasa puas atas putusan tersebut untuk mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung.
Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) juga telah memberikan jangka waktu yang pasti bagi penyelesaian perselisihan konsumen yang timbul, yakni 21 (dua puluh satu) hari untuk proses pada tinggkat pengadilan negeri, dan 30 (tiga puluh) hari untuk diselesaikan oleh Mahkamah Agung, dengan “jeda” masing-masing 14 (empat belas) hari untuk mengajukan keberatan ke Penggadilan Negeri maupun kasasi ke Mahkamah Agung
Aturan mengenai sanksi-sanksi yang dapat dikenakan kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan dapat ditemukan dalam Bab XIII Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen, dimulai dari Pasal 60 sampai dengan Pasal 63. Sanksi-sanksi yang dapat dikenakan terdiri dari :
1. Sanksi administrative;
2. Sanksi pidana pokok ;
3. Sanksi pidana tambahan.
1. Sanksi Administrative
Sanksi administrative diatur dalam satu Pasal, yaitu Pasal 60. Sanksi administrative ini, sebagaimana merupakan suatu “hak khusus” yang diberikan oleh Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen kepada Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) atas tugas dan/atau kewenangan yang diberikan oleh Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen ini kepada BPSK untuk menyelesaikan persengketaan konsumen di luar pengadilan.
Menurut ketentuan Pasal 60 ayat (2) jo. Pasal 60 ayat (1) Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen, sanksi administratif yang dapat dijatuhkan oleh BPSK adalah berupa penetapan ganti rugi sampai setinggi-¬tingginya Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) terhadap para pelaku usaha yang melakukan pelanggaran terhadap/dalam rangka :
1. Tidak dilaksanakannya pemberian ganti rugi oleh pelaku usaha kepada para konsumen, dalam bentuk pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis, maupun perawatan kesehatan atau pemberian santunan atas kerugian yang diderita oleh konsumen;
2. Terjadinya kerugian sebagai akibat kegiatan produksi iklan yang dilakukan oleh pelaku usaha periklanan;
3. Pelaku usaha yang tidak dapat menyediakan fasilitas, jaminan, purna- jual, baik dalam bentuk suku cadang maupun pemeliharaanya, serta pemberian jaminan atau garansi yang telah ditetapkan sebelumnya; balk berlaku terhadap pelaku usaha yang memperdagangkan barang dan/atau jasa.
2. Sanksi Pidana Pokok
Sanksi pidana pokok adalah sanksi yang dapat dikenakan dan dijatuhkan oleh pengadilan atas tuntutan jaksa penuntut umum terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku usaha. Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen memungkinkan dilakukannya penuntutan pidana terhadap pelaku usaha dan/atau pengurusnya.
Rumusan Pasal 62 Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen menentukan bahwa pelaku usaha dan/atau pengurusnya yang melakukan pelanggaran terhadap :
1. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam :
a. Pasal 8, mengenai barang dan/atau jasa yang tidak memenuhi standar yang telah ditetapkan ;
b. Pasal 9 dan Pasal 10, mengenai informasi yang tidak benar;
c. Pasal 13 ayat (2), mengenai penawaran obat-obatan dan hal-hal yang berhubungan dengan kesehatan ;
d. Pasal 15, mengenai penawaran barang secara paksaan (fisik) ;
e. Pasal 17 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf e, mengenai Man yang memuat informasi yang tidak sesuai dengan kenyataan atau menyesatkan ;
f. Pasal 17 ayat (2), mengenai peredaran Man yang dilarang, dan;
g. Pasal 18, mengenai pencantuman klausula baku ;
Dapat dikenakan sanksi pidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda sebanyak Rp. 2.000.000.000,00.- (dua milyar rupiah).
2. Ketentuan sebagaimana dimaksudkan dalam
a. Pasal 11, mengenai penjualan secara obral atau lelang ;
b. Pasal 12, mengenai penawaran dengan tarif khusus ;
c. Pasal 13 ayat (1), mengenai pemberian hadiah secara cuma-cuma;
d. Pasal 14, mengenai penawaran dengan memberikan hadiah melalui undian ;
e. Pasal 16, mengenai penawaran melalui pesanan ;
f. Pasal 17 ayat (1) huruf d dan huruf f mengenai produksi iklan yang bertentangan etika, kesusilaan, dan ketentuan hukum yang berlaku ;
Dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua ) tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
3. Pelanggaran yang mengakibatkan luka berat, sakit berat, cacat tetap, atau kematian, maka akan diberlakukan ketentuan pidana yang berlaku secara umum.
3. Sanksi Pidana Tambahan
Ketentuan Pasal 63 Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen memungkinkan diberikannya sanksi pidana tambahan di luar sanksi pidana pokok yang dapat dijatuhkan berdasarkan ketentuan Pasal 62 Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen.
Sanksi-sanksi pidana tambahan yang dapat dijatuhkan berupa:
a. Perampasan barang tertentu ;
b. Pengumuman keputusan hakim ;
c. Pembayaran ganti rugi ;
d. Perintah penghentian kegiatan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian konsumen ;
e. Kewajiban penarikan barang dari peredaran ;
f. Pencabutan izin usaha.
Adapun mengenai pembuktian mengenai kesalahan pelaku usaha seperti halnya beban pembuktian perdata, ketentuan Pasal 22 Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen memberikan beban dan tanggung jawab pembuktian pidana atas/mengenai kesalahan dalam setiap pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku usaha kepada pelaku usaha sepenuhnya. Walaupun demikian Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen tidak menutup kemungkinan dilakukannya pembuktian oleh jaksa penuntut umum.
Dalam Pasal 54 Ayat (3) Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen dikatakan bahwa putusan yang dijatuhkan majelis (BPSK) bersifat final dan mengikat. Walaupun demikian, para pihak yang tidak setuju atas putusan tersebut dapat mengajukan keberatan kepada Pengadilan Negeri untuk diputus. Terhadap putusan Pengadilan Negeri ini, meskipun dikatakan bahwa Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen hanya memberikan hak kepada pihak yang tidak merasa puas atas putusan tersebut untuk mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung, namun dengan mengingat akan relativitas dari “tidak merasa puas”, peluang untuk mengajukan kasasi sebenarnya terbuka bagi setiap pihak dalam perkara. Selain itu, Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen juga telah memberikan jangka waktu yang pasti bagi penyelesaian perselisihan konsumen yang timbul, yakni 21 (dua puluh satu) hari untuk proses pada tinggkat pengadilan negeri, dan 30 (tiga puluh) hari untuk diselesaikan oleh Mahkamah Agung, dengan “jeda” masing-masing 14 (empat belas) hari untuk mengajukan keberatan ke Penggadilan Negeri maupun kasasi ke Mahkamah Agung
Pengaduan dilakukan dengan mengisi formulir yang disediakan BPSK dengan menyebut nama dan alamat pengadu (Konsumen), pelaku usaha dan melampirkan barang/jasa yang diadukan, bukti perolehan (bon, faktur, kwitansi dll), keterangan tempat dan waktu diperolehnya barang/jasa tersebut.Penyelesian sengketa konsumen di BPSK selambat-lambatnya 21 hari sudah harus diputuskan, terhitung sejak pengaduan.Putusan BPSK bersifat final dan mengikat dan tidak dapat dilakukan banding.
Perlu diketahui bahwa pada tanggal 20 April 1999 pengesahan Undang-Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) .Selanjutnya pada 20 April 2000 undang-undang ini efektif mulai diberlakukan.UUPK ini terdiri dari 15 Bab dan 65 Pasal yang dilengkapi dengan penjelasan.
Pada Pasal 2, memuat Azas dari perlindungan konsumen, yaitu : “perlindungan konsumen berasaskan manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan dan keselamatan konsumen, serta kepastian hukum”.
Bahwa sebagaimana kita ketahui bersama produsen atau disebut dengan kata lain pelaku usaha, yang memproduksi, menjual, menawarkan barang dan/atau jasa kepada masyarakat konsumen, terkadang tidak sesuai lagi dengan kenyataan yang ada. Masyarakat selaku Konsumen sering kali adalah korban yang posisinya dirugikan, akibat perbuatan dari pada pelaku usaha (produsen).Ada dua permasalahan yang umum akhir akhir ini secara transparan telah merugikan masyarakat konsumen, misalnya seringnya terjadi pemadaman Lampu dan tarif rekening listrik tiba2 melonjak yang dilakukan oleh PT. PLN. Serta para konsumen (pemakai) telepon seluler merk BlackBerry,hingga saat ini para konsumennya masih bingung jika ponsel mereka rusak mau diperbaiki dimana ? sekalipun konsumen Ponsel BlakcBerry mengantongi kartu garansi namun “Care Blackberry” tidak ada di Indonesia.
Sudah sangat jelas masyarakat konsumen adalah pihak paling dirugikan dalam permasalahan pemadaman lampu yang dilakukan oleh PT.PLN & produk Ponsel BlackBerry yang tidak melakukan purna jual di Indonesia sebagaimana apa yang pernah dijanjikan oleh perusahaan ponsel tersebut.Persoalan ini telah menjadi pembicaraan hari lepas hari, namun tidak ada tindak lanjutnya dari pihak masyarakat konsumen yang telah dirugikan.Hingga menimbulkan pertanyaan “ Kenapa… , dan Ada apa dibalik ini semuanya ….?...
Konsumen Indonesia lebih banyak pasrah dengan keadaan, atau barangkali tidak tau caranya mengadukan produsen yang telah merugikan dirinya sebagai pemakai/pengguna barang. Pada umumnya masyarakat konsumen kita hanya mengetahui dan mengadukan persoalannya kepada Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) tanpa menindak lanjuti untuk menuntut produsen yang telah merugikan diri konsumen.Persoalan konsumen yang dirugikan produsen, lebih banyak mengendap atau diendapkan oleh oknum yang ingin mendapatkan keuntungan dari persoalan yang dialami konsumen.Apalagi ada pihak yang memberikan informasi tidak benar, ada yang mengatakan untuk memperkarakan produsen butuh biaya besar, termasuk biaya menggunakan jasa pengacara untuk menuntut haknya yang telah dirugikan oleh produsen.
Pengalaman beberapa orang konsumen yang melaporkan perkaranya telah mendapat bantuan hukum dari YLKI ( Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia), mereka berkomentar bahwa mencari keadilan melalui pengadilan memakan waktu, biaya yang tidak sedikit, serta pengorbanan dari keluarga. Tidak jarang pengorbanan yang diberikan tidak sebanding dengan manfaat serta keuntungan yang diperoleh nantinya dalam rangka menuntut produsen.Komentar dari masyarakat konsumen yang bernada pesimis ini, adalah akibat penerimaan informasi serta nasehat-nasehat hukum yang sesat & nakal yang diberikan kepada para konsumen yang mengadu.Semuanya ini diakibatkan konsumen selaku pihak korban tidak kritis, juga sebab lebih banyak masyarakat konsumen kita tidak mengetahui hak – hak dan tata cara upaya hukum dan ke lembaga mana saja mereka dapat menuntut haknya, bilamana terjadi kerugian akibat perbuatan nakal produsen..?
Kita selaku Konsumen (penggunan barang & jasa) adalah sebagai berikut :
1. Konsumen yang menggunakan barang/jasa untuk keperluan komersial (diperdagangkan kembali) ;
2. Konsumen yang menggunakan barang/jasa untuk keperluan diri sendiri/ keluarga dan non-komersial.(dipakai sendiri)
Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) merupakan suatu lembaga khusus yang di bentuk oleh tiap-tiap Daerah Tingkat II untuk penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan. Uraian mengenai kelembagaan dan keanggotaan, tugas dan wewenang, serta penyelesaian sengketa oleh BPSK dapat ditemukan secara khusus dalam Bab XI Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen, yang dimulai dari Pasal 49 sampai Pasal 58.
Menurut Pasal 52, BPSK mempunyai tugas dan wewenang sebagai berikut :
a. Melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen dengan cara melalui mediasi atau arbitrase atau koalisi ;
b. Memberikan konsultasi perlindungan konsumen ;
c. Melakukan pengawasan terhadap pencantuman klausula baku;
d. Melaporkan kepada penyidik umum apabila terjadi pelanggaran ketentuan dalam Undang-undang ini ;
e. Menerima pengaduan, baik tertulis maupun tidak tertulis dari konsumen tentang terjadinya pelanggaran terhadap perlindungan konsumen ;
f. Melakukan penelitian dan pemeriksaan sengketa perlindungan konsumen ;
g. Memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran terhadap perlindungan konsumen ;
h. Memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli, dan/atau setiap orang yang dianggap mengetahui pelanggaran terhadap Undang-undang ini ;
i. Meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi, saksi ahli, atau setiap orang sebagai mana dimaksud pada huruf g dan huruf h, yang tidak bersedia memenuhi panggilan badan penyelesaian sengketa konsumen ;
j. Mendapatkan, meneliti, dan/atau menilai surat, dokumen, atau alat bukti lain guna penyelidikan dan/atau pemeriksaan ;
k. Memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugian di pihak konsumen ;
l. Memberitahukan putusan pelaku usaha yang melakukan pelanggaran terhadap perlindungan konsumen ;
m. Menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan Undang-undang ini.
Dalam Pasal 54 Ayat (3) Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen dikatakan bahwa putusan yang dijatuhkan majelis (BPSK) bersifat final dan mengikat. Walaupun demikian, para pihak yang tidak setuju atas putusan tersebut dapat mengajukan keberatan kepada Pengadilan Negeri untuk diputus. Terhadap putusan Pengadilan Negeri ini, meskipun dikatakan bahwa Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen hanya memberikan hak kepada pihak yang tidak merasa puas atas putusan tersebut untuk mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung.
Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) juga telah memberikan jangka waktu yang pasti bagi penyelesaian perselisihan konsumen yang timbul, yakni 21 (dua puluh satu) hari untuk proses pada tinggkat pengadilan negeri, dan 30 (tiga puluh) hari untuk diselesaikan oleh Mahkamah Agung, dengan “jeda” masing-masing 14 (empat belas) hari untuk mengajukan keberatan ke Penggadilan Negeri maupun kasasi ke Mahkamah Agung
Aturan mengenai sanksi-sanksi yang dapat dikenakan kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan dapat ditemukan dalam Bab XIII Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen, dimulai dari Pasal 60 sampai dengan Pasal 63. Sanksi-sanksi yang dapat dikenakan terdiri dari :
1. Sanksi administrative;
2. Sanksi pidana pokok ;
3. Sanksi pidana tambahan.
1. Sanksi Administrative
Sanksi administrative diatur dalam satu Pasal, yaitu Pasal 60. Sanksi administrative ini, sebagaimana merupakan suatu “hak khusus” yang diberikan oleh Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen kepada Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) atas tugas dan/atau kewenangan yang diberikan oleh Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen ini kepada BPSK untuk menyelesaikan persengketaan konsumen di luar pengadilan.
Menurut ketentuan Pasal 60 ayat (2) jo. Pasal 60 ayat (1) Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen, sanksi administratif yang dapat dijatuhkan oleh BPSK adalah berupa penetapan ganti rugi sampai setinggi-¬tingginya Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) terhadap para pelaku usaha yang melakukan pelanggaran terhadap/dalam rangka :
1. Tidak dilaksanakannya pemberian ganti rugi oleh pelaku usaha kepada para konsumen, dalam bentuk pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis, maupun perawatan kesehatan atau pemberian santunan atas kerugian yang diderita oleh konsumen;
2. Terjadinya kerugian sebagai akibat kegiatan produksi iklan yang dilakukan oleh pelaku usaha periklanan;
3. Pelaku usaha yang tidak dapat menyediakan fasilitas, jaminan, purna- jual, baik dalam bentuk suku cadang maupun pemeliharaanya, serta pemberian jaminan atau garansi yang telah ditetapkan sebelumnya; balk berlaku terhadap pelaku usaha yang memperdagangkan barang dan/atau jasa.
2. Sanksi Pidana Pokok
Sanksi pidana pokok adalah sanksi yang dapat dikenakan dan dijatuhkan oleh pengadilan atas tuntutan jaksa penuntut umum terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku usaha. Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen memungkinkan dilakukannya penuntutan pidana terhadap pelaku usaha dan/atau pengurusnya.
Rumusan Pasal 62 Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen menentukan bahwa pelaku usaha dan/atau pengurusnya yang melakukan pelanggaran terhadap :
1. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam :
a. Pasal 8, mengenai barang dan/atau jasa yang tidak memenuhi standar yang telah ditetapkan ;
b. Pasal 9 dan Pasal 10, mengenai informasi yang tidak benar;
c. Pasal 13 ayat (2), mengenai penawaran obat-obatan dan hal-hal yang berhubungan dengan kesehatan ;
d. Pasal 15, mengenai penawaran barang secara paksaan (fisik) ;
e. Pasal 17 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf e, mengenai Man yang memuat informasi yang tidak sesuai dengan kenyataan atau menyesatkan ;
f. Pasal 17 ayat (2), mengenai peredaran Man yang dilarang, dan;
g. Pasal 18, mengenai pencantuman klausula baku ;
Dapat dikenakan sanksi pidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda sebanyak Rp. 2.000.000.000,00.- (dua milyar rupiah).
2. Ketentuan sebagaimana dimaksudkan dalam
a. Pasal 11, mengenai penjualan secara obral atau lelang ;
b. Pasal 12, mengenai penawaran dengan tarif khusus ;
c. Pasal 13 ayat (1), mengenai pemberian hadiah secara cuma-cuma;
d. Pasal 14, mengenai penawaran dengan memberikan hadiah melalui undian ;
e. Pasal 16, mengenai penawaran melalui pesanan ;
f. Pasal 17 ayat (1) huruf d dan huruf f mengenai produksi iklan yang bertentangan etika, kesusilaan, dan ketentuan hukum yang berlaku ;
Dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua ) tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
3. Pelanggaran yang mengakibatkan luka berat, sakit berat, cacat tetap, atau kematian, maka akan diberlakukan ketentuan pidana yang berlaku secara umum.
3. Sanksi Pidana Tambahan
Ketentuan Pasal 63 Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen memungkinkan diberikannya sanksi pidana tambahan di luar sanksi pidana pokok yang dapat dijatuhkan berdasarkan ketentuan Pasal 62 Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen.
Sanksi-sanksi pidana tambahan yang dapat dijatuhkan berupa:
a. Perampasan barang tertentu ;
b. Pengumuman keputusan hakim ;
c. Pembayaran ganti rugi ;
d. Perintah penghentian kegiatan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian konsumen ;
e. Kewajiban penarikan barang dari peredaran ;
f. Pencabutan izin usaha.
Adapun mengenai pembuktian mengenai kesalahan pelaku usaha seperti halnya beban pembuktian perdata, ketentuan Pasal 22 Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen memberikan beban dan tanggung jawab pembuktian pidana atas/mengenai kesalahan dalam setiap pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku usaha kepada pelaku usaha sepenuhnya. Walaupun demikian Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen tidak menutup kemungkinan dilakukannya pembuktian oleh jaksa penuntut umum.
Dalam Pasal 54 Ayat (3) Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen dikatakan bahwa putusan yang dijatuhkan majelis (BPSK) bersifat final dan mengikat. Walaupun demikian, para pihak yang tidak setuju atas putusan tersebut dapat mengajukan keberatan kepada Pengadilan Negeri untuk diputus. Terhadap putusan Pengadilan Negeri ini, meskipun dikatakan bahwa Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen hanya memberikan hak kepada pihak yang tidak merasa puas atas putusan tersebut untuk mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung, namun dengan mengingat akan relativitas dari “tidak merasa puas”, peluang untuk mengajukan kasasi sebenarnya terbuka bagi setiap pihak dalam perkara. Selain itu, Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen juga telah memberikan jangka waktu yang pasti bagi penyelesaian perselisihan konsumen yang timbul, yakni 21 (dua puluh satu) hari untuk proses pada tinggkat pengadilan negeri, dan 30 (tiga puluh) hari untuk diselesaikan oleh Mahkamah Agung, dengan “jeda” masing-masing 14 (empat belas) hari untuk mengajukan keberatan ke Penggadilan Negeri maupun kasasi ke Mahkamah Agung
Hak Cipta dan Hak Paten
Hukum Hak Cipta melindungi karya intelektual dan seni dalam bentuk ekspresi. Ekspresi yang dimaksud seperti dalam bentuk tulisan seperti lirik lagu, puisi, artikel atau buku, dalam bentuk gambar seperti foto, gambar arsitektur, peta, serta dalam bentuk suara dan video seperti rekaman lagu, pidato, video pertunjukan, video koreografi dll,
Definisi lain yang terkait adalah Hak Paten, yaitu hak eksklusif atas ekspresi di dalam Hak Cipta di atas dalam kaitannya dengan perdagangan. Regulasi di Amerika Hak Cipta diberikan seumur hidup pencipta ditambah 50 tahun setelah pencipta meninggal dunia, sedangkan paten berlaku 20 tahun. Saya tidak tahu hukum di Indonesia apakah sama atau tidak. Hak Cipta direpresentasikan dalam tulisan dengan simbol © (copyright) sedangkan Hak Paten disimbolkan dengan ™ (trademark). Hak Cipta atau Hak Paten yang masih dalam proses pendaftaran disimbolkan ® (registered). IANAL, so CMIIW dude!
Hukum Hak Cipta bertujuan melindungi hak pembuat dalam mendistribusikan, menjual atau membuat turunan dari karya tersebut. Perlindungan yang didapatkan oleh pembuat (author) adalah perlindungan terhadap penjiplakan (plagiat) oleh orang lain. Hak Cipta sering diasosiasikan sebagai jual-beli lisensi, namun distribusi Hak Cipta tersebut tidak hanya dalam konteks jual-beli, sebab bisa saja sang pembuat karya membuat pernyataan bahwa hasil karyanya bebas dipakai dan didistribusikan (tanpa jual-beli), seperti yang kita kenal dalam dunia Open Source, originalitas karya tetap dimiliki oleh pembuat, namun distribusi dan redistribusi mengacu pada aturan Open Source.
Apa yang tidak dilindungi oleh hukum Hak Cipta?
Hak Cipta tidak melindungi peniruan, ide, konsep atau sumber-sumber referensi penciptaan karya. Apple sempat menuntut penjiplakan tema Aqua kepada komunitas Open Source, namun yang terjadi adalah bukan penjiplakan, tapi peniruan. Hak Cipta yang dimiliki Apple adalah barisan kode Aqua beserta logo dan gambar-gambarnya, sedangkan komunitas Open Source meniru wujud akhir tema Aqua dalam kode yang berbeda, dan tentunya membuat baru gambar dan warna pendukungnya. Meniru bukanlah karya turunan.
Dalam perangkat lunak selain karya asli yang dilindungi juga karya turunan (derivasi) tetap dilindungi. Misal Priyadi yang membuat kode plugin php exec di WordPress harus mengikuti aturan redistribusi yang berlaku pada WordPress, dan WordPress mengikuti aturan PHP dan PHP memiliki lisensi Open Source. Dengan kata lain Priyadi harus tunduk terhadap aturan Open Source dalam meredistribusikan kodenya, karena karya tersebut bersifat turunan.
Masalah penjiplakan atau pembajakan memang tak pernah selesai, menjadi sangat rumit ketika semuanya berkaitan dengan uang atau meja hijau. Contoh kecil adalah misalnya jika saya menyanyikan lagu yang diciptakan oleh Chrisye di sebuah panggung dan penonton membayar saya, saya bisa dikatakan menjiplak dan mengambil untung. Kondisi ini jelas terjadi di mana-mana, banyak grup musik yang meniti karir dari pub ke pub menarik uang dengan menjiplak karya orang lain. Bahkan jika penampilan karya dalam bentuk gubahan, tetap dikatakan menjiplak karena itu bersifat karya turunan.
Saya sendiri pun termasuk dalam rantai pembajakan, misalnya men-download musik-musik dalam format mp3 atau mengubah format CD Audio ke dalam mp3 dan memberikannya kepada orang lain. Dalam kasus ini saya tidak menjiplak, tapi lebih kepada ‘konsumen para pembajak’. Tugas pemerintahlah melalui hukum mengurangi rantai pembajakan ini, dan jelas bisa dikurangi jika yang dibasmi adalah mata rantai yang lebih tinggi (pengedar, terutama dalam volume yang besar), bukan pengguna akhir.
Mungkin picik saya berkata seperti itu, tapi itu saya alami dalam hal lain, misalnya membeli buku, saya tidak membajak karena nyaris tidak ada rantai pembajakan buku yang saya konsumsi. Sewaktu kuliah dulu pengajar mewajibkan membaca text-book berbahasa Inggris dan sangat mahal, sedangkan di perpustakaan kampus hanya ada dalam itungan jumlah jari dalam satu tangan, tentunya sangat repot saya baca karena laku keras dipinjam oleh mahasiswa, akhirnya buku tersebut difotokopi ramai-ramai. Buku lain yang mudah didapat tanpa membajak tentunya saya beli. Saya salah tapi tak bisa menyalahkan diri sendiri.
Definisi lain yang terkait adalah Hak Paten, yaitu hak eksklusif atas ekspresi di dalam Hak Cipta di atas dalam kaitannya dengan perdagangan. Regulasi di Amerika Hak Cipta diberikan seumur hidup pencipta ditambah 50 tahun setelah pencipta meninggal dunia, sedangkan paten berlaku 20 tahun. Saya tidak tahu hukum di Indonesia apakah sama atau tidak. Hak Cipta direpresentasikan dalam tulisan dengan simbol © (copyright) sedangkan Hak Paten disimbolkan dengan ™ (trademark). Hak Cipta atau Hak Paten yang masih dalam proses pendaftaran disimbolkan ® (registered). IANAL, so CMIIW dude!
Hukum Hak Cipta bertujuan melindungi hak pembuat dalam mendistribusikan, menjual atau membuat turunan dari karya tersebut. Perlindungan yang didapatkan oleh pembuat (author) adalah perlindungan terhadap penjiplakan (plagiat) oleh orang lain. Hak Cipta sering diasosiasikan sebagai jual-beli lisensi, namun distribusi Hak Cipta tersebut tidak hanya dalam konteks jual-beli, sebab bisa saja sang pembuat karya membuat pernyataan bahwa hasil karyanya bebas dipakai dan didistribusikan (tanpa jual-beli), seperti yang kita kenal dalam dunia Open Source, originalitas karya tetap dimiliki oleh pembuat, namun distribusi dan redistribusi mengacu pada aturan Open Source.
Apa yang tidak dilindungi oleh hukum Hak Cipta?
Hak Cipta tidak melindungi peniruan, ide, konsep atau sumber-sumber referensi penciptaan karya. Apple sempat menuntut penjiplakan tema Aqua kepada komunitas Open Source, namun yang terjadi adalah bukan penjiplakan, tapi peniruan. Hak Cipta yang dimiliki Apple adalah barisan kode Aqua beserta logo dan gambar-gambarnya, sedangkan komunitas Open Source meniru wujud akhir tema Aqua dalam kode yang berbeda, dan tentunya membuat baru gambar dan warna pendukungnya. Meniru bukanlah karya turunan.
Dalam perangkat lunak selain karya asli yang dilindungi juga karya turunan (derivasi) tetap dilindungi. Misal Priyadi yang membuat kode plugin php exec di WordPress harus mengikuti aturan redistribusi yang berlaku pada WordPress, dan WordPress mengikuti aturan PHP dan PHP memiliki lisensi Open Source. Dengan kata lain Priyadi harus tunduk terhadap aturan Open Source dalam meredistribusikan kodenya, karena karya tersebut bersifat turunan.
Masalah penjiplakan atau pembajakan memang tak pernah selesai, menjadi sangat rumit ketika semuanya berkaitan dengan uang atau meja hijau. Contoh kecil adalah misalnya jika saya menyanyikan lagu yang diciptakan oleh Chrisye di sebuah panggung dan penonton membayar saya, saya bisa dikatakan menjiplak dan mengambil untung. Kondisi ini jelas terjadi di mana-mana, banyak grup musik yang meniti karir dari pub ke pub menarik uang dengan menjiplak karya orang lain. Bahkan jika penampilan karya dalam bentuk gubahan, tetap dikatakan menjiplak karena itu bersifat karya turunan.
Saya sendiri pun termasuk dalam rantai pembajakan, misalnya men-download musik-musik dalam format mp3 atau mengubah format CD Audio ke dalam mp3 dan memberikannya kepada orang lain. Dalam kasus ini saya tidak menjiplak, tapi lebih kepada ‘konsumen para pembajak’. Tugas pemerintahlah melalui hukum mengurangi rantai pembajakan ini, dan jelas bisa dikurangi jika yang dibasmi adalah mata rantai yang lebih tinggi (pengedar, terutama dalam volume yang besar), bukan pengguna akhir.
Mungkin picik saya berkata seperti itu, tapi itu saya alami dalam hal lain, misalnya membeli buku, saya tidak membajak karena nyaris tidak ada rantai pembajakan buku yang saya konsumsi. Sewaktu kuliah dulu pengajar mewajibkan membaca text-book berbahasa Inggris dan sangat mahal, sedangkan di perpustakaan kampus hanya ada dalam itungan jumlah jari dalam satu tangan, tentunya sangat repot saya baca karena laku keras dipinjam oleh mahasiswa, akhirnya buku tersebut difotokopi ramai-ramai. Buku lain yang mudah didapat tanpa membajak tentunya saya beli. Saya salah tapi tak bisa menyalahkan diri sendiri.
Sengketa Ekonomi
Pengertian Sengketa
Pengertian sengketa dalam kamus Bahasa Indonesia, berarti pertentangan atau konflik, Konflik berarti adanya oposisi atau pertentangan antara orang-orang, kelompok-kelompok, atau organisasi-organisasi terhadap satu objek permasalahan. Senada dengan itu Winardi mengemukakan :
Pertentangan atau konflik yang terjadi antara individu-individu atau kelompok-kelompok yang mempunyai hubungan atau kepentingan yang sama atas suatu objek kepemilikan, yang menimbulkan akibat hukum antara satu dengan yang lain.
Sedangkan menurut Ali Achmad berpendapat :
Sengketa adalah pertentangan antara dua pihak atau lebih yang berawal dari persepsi yang berbeda tentang suatu kepentingan atau hak milik yang dapat menimbulkan akibat hukum bagi keduanya.
Dari kedua pendapat diatas maka dapat dikatakan bahwa sengketa adalah prilaku pertentangan antara dua orang atau lebih yang dapat menimbulkan suatu akibat hukum dan karenanya dapat diberi sangsi hukum bagi salah satu diantara keduanya
Penyelesaian Sengketa Ekonomi
Penyelesaian sengketa secara damai bertujuan untuk mencegah dan mengindarkan kekerasan atau peperangan dalam suatu persengketaan antar negara. Menurut pasal 33 ayat 1 (Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan) Piagam PBB penyelesaian sengketa dapat ditempuh melalui cara-cara sebagai berikut:
1. Negosiasi (perundingan)
Perundingan merupakan pertukaran pandangan dan usul-usul antara dua pihak untuk menyelesaikan suatu persengketaan, jadi tidak melibatkan pihak ketiga.
2. Enquiry (penyelidikan)
Penyelidikan dilakukan oleh pihak ketiga yang tidak memihak dimaksud untuk mencari fakta.
3. Good offices (jasa-jasa baik)
Pihak ketiga dapat menawarkan jasa-jasa baik jika pihak yang bersengketa tidak dapat menyelesaikan secara langsung persengketaan yang terjadi diantara mereka.
Penyelesaian perkara perdata melalui sistem peradilan:
1. Memberi kesempatan yang tidak adil (unfair), karena lebih memberi kesempatan kepada lembaga-lembaga besar atau orang kaya.
2. Sebaliknya secara tidak wajar menghalangi rakyat biasa (ordinary citizens) untuk perkara di pengadilan.
Tujuan memperkarakan suatu sengketa:
1. adalah untuk menyelesaikan masalah yang konkret dan memuaskan,
2. dan pemecahannya harus cepat (quickly), wajar (fairly) dan murah (inexpensive)
Selain dari pada itu berperkara melalui pengadilan:
1. lama dan sangat formalistik (waste of time and formalistic),
2. biaya tinggi (very expensive),
3. secara umum tidak tanggap (generally unresponsive),
4. kurang memberi kesempatan yang wajar (unfair advantage) bagi yang rakyat biasa.
Sistem Alternatif Yang Dikembangkan
a). Sistem Mediation
Mediasi berarti menengahi atau penyelesaian sengketa melalui penengah (mediator). Dengan demikian sistem mediasi, mencari penyelesaian sengketa melalui mediator (penengah). Dari pengertian di atas, mediasi merupakan salah satu alternatif penyelesaian sengketa sebagai terobosan atas cara-cara penyelesaian tradisional melalui litigation (berperkara di pengadilan). Pada mediasi, para pihak yang bersengketa, datang bersama secara pribadi. Saling berhadapan antara yang satu dengan yang lain. Para pihak berhadapan dengan mediator sebagai pihak ketiga yang netral. Peran dan fungsi mediator, membantu para pihak mencari jalan keluar atas penyelesaian yang mereka sengketakan. Penyelesaian yang hendak diwujudkan dalam mediasi adalah compromise atau kompromi di antara para pihak. Dalam mencari kompromi, mediator memperingatkan, jangan sampai salah satu pihak cenderung untuk mencari kemenangan. Sebab kalau timbul gejala yang seperti itu, para pihak akan terjebak pada yang dikemukakan Joe Macroni Kalau salah satu pihak ingin mencari kemenangan, akan mendorong masing-masing pihak menempuh jalan sendiri (I have may way and you have your way). Akibatnya akan terjadi jalan buntu (there is no the way).
Cara dan sikap yang seperti itu, bertentangan dengan asas mediasi:
1. bertujuan mencapai kompromi yang maksimal,
2. pada kompromi, para pihak sama-sama menang atau win-win,
3. oleh karena itu tidak ada pihak yang kalah atau losing dan tidak ada yang menang mutlak.
Manfaat yang paling mennjol, antara lain:
1. Penyelesaian cepat terwujud (quick). Rata-rata kompromi di antara pihak sudah dapat terwujud dalam satu minggu atau paling lama satu atau dua bulan. Proses pencapaian kompromi, terkadang hanya memerlukan dua atau tiga kali pertemuan di antara pihak yang bersengketa.
2. Biaya Murah (inexpensive). Pada umumnya mediator tidak dibayar. Jika dibayarpun, tidak mahal. Biaya administrasi juga kecil. Tidak perlu didampingi pengacara, meskipun hal itu tidak tertutup kemungkinannya. Itu sebabnya proses mediasi dikatakan tanpa biaya atau nominal cost.
3. Bersifat Rahasia (confidential). Segala sesuatu yang diutarakan para pihak dalam proses pengajuan pendapat yang mereka sampaikan kepada mediator, semuanya bersifat tertutup. Tidak terbuka untuk umum seperti halnya dalam proses pemeriksaan pengadilan (there is no public docket). Juga tidak ada peliputan oleh wartawan (no press coverage).
4. Bersifat Fair dengan Metode Kompromi. Hasil kompromi yang dicapai merupakan penyelesaian yang mereka jalin sendiri, berdasar kepentingan masing-masing tetapi kedua belah pihak sama-sama berpijak di atas landasan prinsip saling memberi keuntungan kepada kedua belah pihak. Mereka tidak terikat mengikuti preseden hukum yang ada. Tidak perlu mengikuti formalitas hukum acara yang dipergunakan pengadilan. Metode penyelesaian bersifat pendekatan mencapai kompromi. Tidak perlu saling menyodorkan pembuktian. Penyelesaian dilakukan secara: (a) informal, (b) fleksibel, (c) memberi kebebasan penuh kepada para pihak mengajukan proposal yang diinginkan.
5. Hubungan kedua belah pihak kooperatif. Dengan mediasi, hubungan para pihak sejak awal sampai masa selanjutnya, dibina diatas dasar hubungan kerjasama (cooperation) dalam menyelesaikan sengketa. Sejak semula para pihak harus melemparkan jauh-jauh sifat dan sikap permusuhan (antagonistic). Lain halnya berperkara di pengadilan. Sejak semula para pihak berada pada dua sisi yang saling berhantam dan bermusuhan. Apabila perkara telah selesai, dendam kesumat terus membara dalam dada mereka.
6. Hasil yang dicapai WIN-WIN. Oleh karena penyelesaian yang diwujudkan berupa kompromi yang disepakati para pihak, kedua belah pihak sama-sama menang. Tidak ada yang kalah (lose) tidak ada yang menang (win), tetapi win-win for the beneficial of all. Lain halnya penyelesaian sengketa melalui pengadilan. Pasti ada yang kalah dan menang. Yang menang merasa berada di atas angin, dan yang kalah merasa terbenam diinjak-injak pengadilan dan pihak yang menang.
7. Tidak Emosional. Oleh karena cara pendekatan penyelesaian diarahkan pada kerjasama untuk mencapai kompromi, masing-masing pihak tidak perlu saling ngotot mempertahankan fakta dan bukti yang mereka miliki. Tidak saling membela dan mempertahankan kebenaran masing-masing. Dengan demikian proses penyelesaian tidak ditunggangi emosi.
b). Sistem Minitrial
Sistem yang lain hampir sama dengan mediasi ialah minitrial. Sistem ini muncul di Amerika pada tahun 1977. Jadi kalau terjadi sengketa antara dua pihak, terutama di bidang bisnis, masing-masing pihak mengajak dan sepakat untuk saling mendengar dan menerima persoalan yang diajukan pihak lain:
1. setelah itu baru mereka mengadakan perundingan (negotiation),
2. sekiranya dari masalah yang diajukan masing-masing ada hal-hal yang dapat diselesaikan, mereka tuangkan dalam satu resolusi (resolution).
c). Sistem Concilition
Konsolidasi (conciliation), dapat diartikan sebagai pendamai atau lembaga pendamai. Bentuk ini sebenarnya mirip dengan apa yang diatur dalam Pasal 131 HIR. Oleh karena itu, pada hakikatnya sistem peradilan Indonesia dapat disebut mirip dengan mix arbitration, yang berarti:
1. pada tahap pertama proses pemeriksaan perkara, majelis hakim bertindak sebagai conciliator atau majelis pendamai,
2. setelah gagal mendamaikan, baru terbuka kewenangan majelis hakim untuk memeriksa dan mengadili perkara dengan jalan menjatuhkan putusan.
Akan tetapi, dalam kenyataan praktek, terutama pada saat sekarang; upaya mendamaikan yang digariskan pasal 131 HIR, hanya dianggap dan diterapkan sebagai formalitas saja. Jarang ditemukan pada saat sekarang penyelesaian sengketa melalui perdamaian di muka hakim.
Lain halnya di negara-negara kawasan Amerika, Eropa, maupun di kawasan Pasific seperti Korea Selatan, Jepang, Hongkong, Taiwan, dan Singapura. Sistem konsiliasi sangat menonjol sebagai alternatif. Mereka cenderung mencari penyelesaian melelui konsiliasi daripada mengajukan ke pengadilan.
Di negara-negara yang dikemukakan di atas, lembaga konsiliasi merupakan rangkaian mata rantai dari sistem penyelesaian sengketa dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. pertama; penyelesaian diajukan dulu pada mediasi
2. kedua; bila mediasi gagal, bisa dicoba mencari penyelesaian melalui minirial
3. ketiga; apabila upaya ini gagal, disepakati untuk mencari penyelesaian melalui kosolidasi,
4. keempat; bila konsiliasi tidak berhasil, baru diajukan ke arbitrase.
Memang, setiap kegagalan pada satu sistem, penyelesaian sengketa dapat langsung diajukan perkaranya ke pengadilan (ordinary court). Misalnya, mediasi gagal. Para pihak langsung mencari penyelesaian melalui proses berperkara di pengadilan. Akan tetapi pada saat sekarang jarang hal itu ditempuh. Mereka lebih suka mencari penyelesaian melalui sistem alternatif, daripada langsung mengajukan ke pengadilan. Jadi di negara-negara yang disebut di atas, benar-benar menempatkan kedudukan dan keberadaan pengadilan sebagai the last resort, bukan lagi sebagai the first resort.
Biasanya lembaga konsiliasi merupakan salah satu bagian kegiatan lembaga arbitrase, arbitrase institusional, bertindak juga sebagai conciliation yang bertindak sebagai conciliator adalah panel yang terdaftar pada Arbitrase Institusional yang bersangkutan:
1. sengketa yang diselesaikan oleh lembaga konsiliasi pada umumnya meliputi sengketa bisnis,
2. hasil penyelesaian yang diambil berbentuk resolution, bukan putusan atau award (verdict),
3. oleh karena itu, hasil penyelesaian yang berbentuk resolusi tidak dapat diminta eksekusi ke pengadilan,
4. dengan demikian, walaupun resolusi memeng itu bersifat binding (mengikat) kepada para pihak, apabila salah satu pihak tidak menaati dengan sukarela tidak dapat diminta eksekusi ke pengadilan. Dalam hal yang seperti itu penyelesaian selanjutnya harus mengajukan gugatan ke pengadilan.
d). Sistem Adjudication
Sistem Adjudication merupakan salah satu alternatif penyelesaian sengketa bisnis yang baru berkembang di beberapa negara. Sistem ini sudah mulai populer di Amerika dan Hongkong.
Secara harafiah, pengertian “ajuddication” adalah putusan. Dan memang demikian halnya. Para pihak yang bersengketa sepakat meminta kepada seseorang untuk menjatuhkan putusan atas sengketa yang timbul diantara mereka:
1. orang yang diminta bertindak dalam adjudication disebut adjudicator
2. dan dia berperan dan berfungsi seolah-olah sebagai HAIM (act as judge),
3. oleh karena itu, dia diberi hak mengambil putusan (give decision).
Pada prinsipnya, sengketa yang diselesaikan melalui sistem adjudication adalah sengketa yang sangat khusus dan kompleks (complicated). Tidak sembarangan orang dapat menyelesaiakan, karena untuk itu diperlukan keahlian yang khusus oleh seorang spesialis profesional. Sengketa konstruksi misalnya. Tidak semua orang dapat menyelesaikan. Diperlukan seorang insinyur profesional. Di Hongkong misalnya. Sengketa mengenai pembangunan lapangan terbang ditempuh melalui lembaga adjudication oleh seorang adjudicator yang benar-benar ahli mengenai kontruksi lapangan terbang.
Proses penyelesaian sengketa meleui sistem ini, sangat sederhana. Apabila timbul sengketa:
1. para pihak membuat kesepakatan penyelesaian melaui adjudication,
2. berdasar persetujuan ini, mereka menunjuk seorang adjudicator yang benar-benar profesional,
3. dalam kesepakatan itu, kedua belah pihak diberi kewenangan (authority) kepada adjudicator untuk mengabil keputusan (decision) yang mengikat kepada kedua belah pihak (binding to each party),
4. sebelum mengambil keputusan, adjudicator dapat meminta informasi dari kedua belah pihak, baik secara terpisah maupun secara bersama-sama.
e). Sistem Arbitrase
Mengenai arbitrase, sudah lama dikenal. Semula dikenal oleh Inggris dan Amerika pada tahun 1779 melaui Jay Treaty. Berdasar data ini, perkembangan arbitrase sebagai salah satu sistem alternatif tempat penyelesaian sengketa, sudah berjalan selam adua abad.Sekarang semua negara di dunia telah memiliki Undang-undang arbitrase.
Di Indonesia ketentuan arbitrase diatur dalam Buku Ketiga RV. Dengan demikian, umurnya sudah terlampau tua, karena RV dikodifikasi pada tahun 1884. Oleh karena itu, aturan yang terdapat didalamnya sudah ketinggalan, jika dibandingkan dengan perkembangan kebutuhan.
Memang banyak persamaan prinsip antara arbitrase dengan sistem alternatif yang lain tadi, seperti:
1. sederhana dan cepat (informal dan quick),
2. prinsip konfidensial,
3. diselesaikan oleh pihak ketiga netral yang memiliki pengetahuan khusus secara profesional.
Namun, demikian, di balik persamaan itu terdapat perbedaan dianggap fundamental, sehingga dunia bisnis lebih cenderung memiliki mediation, minitrial atau adjusdication. Perbedaan yang dianggap fundamental, antara lain dapat dikemukakan hal-hal sebagai berikut:
1. Masalah biaya, dianggap sangat mahal (expensive). Biaya yang harus dikeluarkan penyelesaian arbitrase, hampir sama adengan biaya litigasi di pengadilan. Terdapat beberapa komponen biaya yang harus dikeluarkan, sehingga terkadang jauh lebih besar biaya dengan apa yang harus dikeluarkan bila perkara diajukan ke pengadilan. Komponen biaya atrbitrase terdiri dari: (a) Biaya administrasi (b) Honor arbitrator. (c) Biaya transportasi dan akomodasi arbitrator (d) Biaya saksi dan ahli. Komponen biaya yang seperti itu, tidak ada dalam mediasi atau minitrial. Jika pun ada biaya yang harus dikeluarkan, jauh lebih kecil. Apalagi mediasi, boleh dikatakan tanpa biaya atau nominal cost.
2. Masalah sederhana dan cepat. Memang benar salah satu prinsip pokok penyelesaian sengketa melalui arbitrase adalah informal procedure and can be put in motion quickly. Jadi prinsipnya informal dan cepatI. Tetapi kenyataan yang terjadi adalah lain. Tanpa mengurangi banyaknya sengketa yang diselesaikan arbitrase dalam jangka waktu 60-90 hari, Namun banyak pula penyelesaian yang memakan waktu panjang. Bahkan ada yang bertahun-tahun atau puluhan tahun. Apalagi timbul perbedaan pendapat mengenai penunjukkan arbitrase, Rule yang disepakati atau hukum yang hendak diterapkan (governing law), membuat proses penyelesaian bertambah rumit dan panjang.
Kelebihan tersebut antara lain:
1. Dijamin kerahasiaan sengketa para pihak
2. dapat dihindari kelambatan yang diakibatkan karena prosedural dan administratif;
3. para pihak dapat memilih arbiter yang menurut keyakinannya mempunyai pengetahuan, pengalaman serta latar belakang yang cukup mengenai masalah yang disengketakan, jujur dan adil;
4. para pihak dapat menentukan pilihan hukum untuk menyelesaikan masalahnya serta proses dan tempat penyelenggaraan arbitrase; dan
5. putusan arbitrase merupakan putusan yang mengikat para pihak dan dengan melalui tata cara (prosedur) yang sederhana saja ataupun langsung dapat dilaksanakan.
Secara garis besar dapat dikatakan bahwa penyelesaian sengketa dapat digolongkan dalam 3 (tiga) golongan, yaitu:
1. Penyelesaian sengketa dengan menggunakan negosiasi, baik yang bersifat langsung (negtation simplister) maupun dengan penyertaan pihak ketiga (mediasi dan konsiliasi),
2. Penyelesaian sengketa dengan cara litigasi, baik yang bersifat nasional maupun internasional.
3. Penyelesaian sengketa dengan menggunakan arbitrase, baik yang bersifat ad-hoc yang terlembaga.
Arbitrase secara umum dapat dilakukan dalam penyelesaian sengketa publik maupun perdata, namun dalam perkembangannya arbitrase lebih banyak dipilih untuk menyelesaikan sengketa kontraktual (perdata). Sengketa perdata dapat digolongkan menjadi:
1. Quality arbitration, yang menyangkut permasalahan faktual (question of fact) yang dengan sendirinya memerlukan para arbiter dengan kualifikasi teknis yang tinggi.
2. Technical arbitration, yang tidak menyangkut permasalahan faktual, sebagaimana halnya dengan masalah yang timbul dalam dokumen (construction of document) atau aplikasi ketentuan-ketentuan kontrak.
3. Mixed arbitration, sengketa mengenai permasalahan faktual dan hukum (question of fact and law).
Pengertian sengketa dalam kamus Bahasa Indonesia, berarti pertentangan atau konflik, Konflik berarti adanya oposisi atau pertentangan antara orang-orang, kelompok-kelompok, atau organisasi-organisasi terhadap satu objek permasalahan. Senada dengan itu Winardi mengemukakan :
Pertentangan atau konflik yang terjadi antara individu-individu atau kelompok-kelompok yang mempunyai hubungan atau kepentingan yang sama atas suatu objek kepemilikan, yang menimbulkan akibat hukum antara satu dengan yang lain.
Sedangkan menurut Ali Achmad berpendapat :
Sengketa adalah pertentangan antara dua pihak atau lebih yang berawal dari persepsi yang berbeda tentang suatu kepentingan atau hak milik yang dapat menimbulkan akibat hukum bagi keduanya.
Dari kedua pendapat diatas maka dapat dikatakan bahwa sengketa adalah prilaku pertentangan antara dua orang atau lebih yang dapat menimbulkan suatu akibat hukum dan karenanya dapat diberi sangsi hukum bagi salah satu diantara keduanya
Penyelesaian Sengketa Ekonomi
Penyelesaian sengketa secara damai bertujuan untuk mencegah dan mengindarkan kekerasan atau peperangan dalam suatu persengketaan antar negara. Menurut pasal 33 ayat 1 (Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan) Piagam PBB penyelesaian sengketa dapat ditempuh melalui cara-cara sebagai berikut:
1. Negosiasi (perundingan)
Perundingan merupakan pertukaran pandangan dan usul-usul antara dua pihak untuk menyelesaikan suatu persengketaan, jadi tidak melibatkan pihak ketiga.
2. Enquiry (penyelidikan)
Penyelidikan dilakukan oleh pihak ketiga yang tidak memihak dimaksud untuk mencari fakta.
3. Good offices (jasa-jasa baik)
Pihak ketiga dapat menawarkan jasa-jasa baik jika pihak yang bersengketa tidak dapat menyelesaikan secara langsung persengketaan yang terjadi diantara mereka.
Penyelesaian perkara perdata melalui sistem peradilan:
1. Memberi kesempatan yang tidak adil (unfair), karena lebih memberi kesempatan kepada lembaga-lembaga besar atau orang kaya.
2. Sebaliknya secara tidak wajar menghalangi rakyat biasa (ordinary citizens) untuk perkara di pengadilan.
Tujuan memperkarakan suatu sengketa:
1. adalah untuk menyelesaikan masalah yang konkret dan memuaskan,
2. dan pemecahannya harus cepat (quickly), wajar (fairly) dan murah (inexpensive)
Selain dari pada itu berperkara melalui pengadilan:
1. lama dan sangat formalistik (waste of time and formalistic),
2. biaya tinggi (very expensive),
3. secara umum tidak tanggap (generally unresponsive),
4. kurang memberi kesempatan yang wajar (unfair advantage) bagi yang rakyat biasa.
Sistem Alternatif Yang Dikembangkan
a). Sistem Mediation
Mediasi berarti menengahi atau penyelesaian sengketa melalui penengah (mediator). Dengan demikian sistem mediasi, mencari penyelesaian sengketa melalui mediator (penengah). Dari pengertian di atas, mediasi merupakan salah satu alternatif penyelesaian sengketa sebagai terobosan atas cara-cara penyelesaian tradisional melalui litigation (berperkara di pengadilan). Pada mediasi, para pihak yang bersengketa, datang bersama secara pribadi. Saling berhadapan antara yang satu dengan yang lain. Para pihak berhadapan dengan mediator sebagai pihak ketiga yang netral. Peran dan fungsi mediator, membantu para pihak mencari jalan keluar atas penyelesaian yang mereka sengketakan. Penyelesaian yang hendak diwujudkan dalam mediasi adalah compromise atau kompromi di antara para pihak. Dalam mencari kompromi, mediator memperingatkan, jangan sampai salah satu pihak cenderung untuk mencari kemenangan. Sebab kalau timbul gejala yang seperti itu, para pihak akan terjebak pada yang dikemukakan Joe Macroni Kalau salah satu pihak ingin mencari kemenangan, akan mendorong masing-masing pihak menempuh jalan sendiri (I have may way and you have your way). Akibatnya akan terjadi jalan buntu (there is no the way).
Cara dan sikap yang seperti itu, bertentangan dengan asas mediasi:
1. bertujuan mencapai kompromi yang maksimal,
2. pada kompromi, para pihak sama-sama menang atau win-win,
3. oleh karena itu tidak ada pihak yang kalah atau losing dan tidak ada yang menang mutlak.
Manfaat yang paling mennjol, antara lain:
1. Penyelesaian cepat terwujud (quick). Rata-rata kompromi di antara pihak sudah dapat terwujud dalam satu minggu atau paling lama satu atau dua bulan. Proses pencapaian kompromi, terkadang hanya memerlukan dua atau tiga kali pertemuan di antara pihak yang bersengketa.
2. Biaya Murah (inexpensive). Pada umumnya mediator tidak dibayar. Jika dibayarpun, tidak mahal. Biaya administrasi juga kecil. Tidak perlu didampingi pengacara, meskipun hal itu tidak tertutup kemungkinannya. Itu sebabnya proses mediasi dikatakan tanpa biaya atau nominal cost.
3. Bersifat Rahasia (confidential). Segala sesuatu yang diutarakan para pihak dalam proses pengajuan pendapat yang mereka sampaikan kepada mediator, semuanya bersifat tertutup. Tidak terbuka untuk umum seperti halnya dalam proses pemeriksaan pengadilan (there is no public docket). Juga tidak ada peliputan oleh wartawan (no press coverage).
4. Bersifat Fair dengan Metode Kompromi. Hasil kompromi yang dicapai merupakan penyelesaian yang mereka jalin sendiri, berdasar kepentingan masing-masing tetapi kedua belah pihak sama-sama berpijak di atas landasan prinsip saling memberi keuntungan kepada kedua belah pihak. Mereka tidak terikat mengikuti preseden hukum yang ada. Tidak perlu mengikuti formalitas hukum acara yang dipergunakan pengadilan. Metode penyelesaian bersifat pendekatan mencapai kompromi. Tidak perlu saling menyodorkan pembuktian. Penyelesaian dilakukan secara: (a) informal, (b) fleksibel, (c) memberi kebebasan penuh kepada para pihak mengajukan proposal yang diinginkan.
5. Hubungan kedua belah pihak kooperatif. Dengan mediasi, hubungan para pihak sejak awal sampai masa selanjutnya, dibina diatas dasar hubungan kerjasama (cooperation) dalam menyelesaikan sengketa. Sejak semula para pihak harus melemparkan jauh-jauh sifat dan sikap permusuhan (antagonistic). Lain halnya berperkara di pengadilan. Sejak semula para pihak berada pada dua sisi yang saling berhantam dan bermusuhan. Apabila perkara telah selesai, dendam kesumat terus membara dalam dada mereka.
6. Hasil yang dicapai WIN-WIN. Oleh karena penyelesaian yang diwujudkan berupa kompromi yang disepakati para pihak, kedua belah pihak sama-sama menang. Tidak ada yang kalah (lose) tidak ada yang menang (win), tetapi win-win for the beneficial of all. Lain halnya penyelesaian sengketa melalui pengadilan. Pasti ada yang kalah dan menang. Yang menang merasa berada di atas angin, dan yang kalah merasa terbenam diinjak-injak pengadilan dan pihak yang menang.
7. Tidak Emosional. Oleh karena cara pendekatan penyelesaian diarahkan pada kerjasama untuk mencapai kompromi, masing-masing pihak tidak perlu saling ngotot mempertahankan fakta dan bukti yang mereka miliki. Tidak saling membela dan mempertahankan kebenaran masing-masing. Dengan demikian proses penyelesaian tidak ditunggangi emosi.
b). Sistem Minitrial
Sistem yang lain hampir sama dengan mediasi ialah minitrial. Sistem ini muncul di Amerika pada tahun 1977. Jadi kalau terjadi sengketa antara dua pihak, terutama di bidang bisnis, masing-masing pihak mengajak dan sepakat untuk saling mendengar dan menerima persoalan yang diajukan pihak lain:
1. setelah itu baru mereka mengadakan perundingan (negotiation),
2. sekiranya dari masalah yang diajukan masing-masing ada hal-hal yang dapat diselesaikan, mereka tuangkan dalam satu resolusi (resolution).
c). Sistem Concilition
Konsolidasi (conciliation), dapat diartikan sebagai pendamai atau lembaga pendamai. Bentuk ini sebenarnya mirip dengan apa yang diatur dalam Pasal 131 HIR. Oleh karena itu, pada hakikatnya sistem peradilan Indonesia dapat disebut mirip dengan mix arbitration, yang berarti:
1. pada tahap pertama proses pemeriksaan perkara, majelis hakim bertindak sebagai conciliator atau majelis pendamai,
2. setelah gagal mendamaikan, baru terbuka kewenangan majelis hakim untuk memeriksa dan mengadili perkara dengan jalan menjatuhkan putusan.
Akan tetapi, dalam kenyataan praktek, terutama pada saat sekarang; upaya mendamaikan yang digariskan pasal 131 HIR, hanya dianggap dan diterapkan sebagai formalitas saja. Jarang ditemukan pada saat sekarang penyelesaian sengketa melalui perdamaian di muka hakim.
Lain halnya di negara-negara kawasan Amerika, Eropa, maupun di kawasan Pasific seperti Korea Selatan, Jepang, Hongkong, Taiwan, dan Singapura. Sistem konsiliasi sangat menonjol sebagai alternatif. Mereka cenderung mencari penyelesaian melelui konsiliasi daripada mengajukan ke pengadilan.
Di negara-negara yang dikemukakan di atas, lembaga konsiliasi merupakan rangkaian mata rantai dari sistem penyelesaian sengketa dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. pertama; penyelesaian diajukan dulu pada mediasi
2. kedua; bila mediasi gagal, bisa dicoba mencari penyelesaian melalui minirial
3. ketiga; apabila upaya ini gagal, disepakati untuk mencari penyelesaian melalui kosolidasi,
4. keempat; bila konsiliasi tidak berhasil, baru diajukan ke arbitrase.
Memang, setiap kegagalan pada satu sistem, penyelesaian sengketa dapat langsung diajukan perkaranya ke pengadilan (ordinary court). Misalnya, mediasi gagal. Para pihak langsung mencari penyelesaian melalui proses berperkara di pengadilan. Akan tetapi pada saat sekarang jarang hal itu ditempuh. Mereka lebih suka mencari penyelesaian melalui sistem alternatif, daripada langsung mengajukan ke pengadilan. Jadi di negara-negara yang disebut di atas, benar-benar menempatkan kedudukan dan keberadaan pengadilan sebagai the last resort, bukan lagi sebagai the first resort.
Biasanya lembaga konsiliasi merupakan salah satu bagian kegiatan lembaga arbitrase, arbitrase institusional, bertindak juga sebagai conciliation yang bertindak sebagai conciliator adalah panel yang terdaftar pada Arbitrase Institusional yang bersangkutan:
1. sengketa yang diselesaikan oleh lembaga konsiliasi pada umumnya meliputi sengketa bisnis,
2. hasil penyelesaian yang diambil berbentuk resolution, bukan putusan atau award (verdict),
3. oleh karena itu, hasil penyelesaian yang berbentuk resolusi tidak dapat diminta eksekusi ke pengadilan,
4. dengan demikian, walaupun resolusi memeng itu bersifat binding (mengikat) kepada para pihak, apabila salah satu pihak tidak menaati dengan sukarela tidak dapat diminta eksekusi ke pengadilan. Dalam hal yang seperti itu penyelesaian selanjutnya harus mengajukan gugatan ke pengadilan.
d). Sistem Adjudication
Sistem Adjudication merupakan salah satu alternatif penyelesaian sengketa bisnis yang baru berkembang di beberapa negara. Sistem ini sudah mulai populer di Amerika dan Hongkong.
Secara harafiah, pengertian “ajuddication” adalah putusan. Dan memang demikian halnya. Para pihak yang bersengketa sepakat meminta kepada seseorang untuk menjatuhkan putusan atas sengketa yang timbul diantara mereka:
1. orang yang diminta bertindak dalam adjudication disebut adjudicator
2. dan dia berperan dan berfungsi seolah-olah sebagai HAIM (act as judge),
3. oleh karena itu, dia diberi hak mengambil putusan (give decision).
Pada prinsipnya, sengketa yang diselesaikan melalui sistem adjudication adalah sengketa yang sangat khusus dan kompleks (complicated). Tidak sembarangan orang dapat menyelesaiakan, karena untuk itu diperlukan keahlian yang khusus oleh seorang spesialis profesional. Sengketa konstruksi misalnya. Tidak semua orang dapat menyelesaikan. Diperlukan seorang insinyur profesional. Di Hongkong misalnya. Sengketa mengenai pembangunan lapangan terbang ditempuh melalui lembaga adjudication oleh seorang adjudicator yang benar-benar ahli mengenai kontruksi lapangan terbang.
Proses penyelesaian sengketa meleui sistem ini, sangat sederhana. Apabila timbul sengketa:
1. para pihak membuat kesepakatan penyelesaian melaui adjudication,
2. berdasar persetujuan ini, mereka menunjuk seorang adjudicator yang benar-benar profesional,
3. dalam kesepakatan itu, kedua belah pihak diberi kewenangan (authority) kepada adjudicator untuk mengabil keputusan (decision) yang mengikat kepada kedua belah pihak (binding to each party),
4. sebelum mengambil keputusan, adjudicator dapat meminta informasi dari kedua belah pihak, baik secara terpisah maupun secara bersama-sama.
e). Sistem Arbitrase
Mengenai arbitrase, sudah lama dikenal. Semula dikenal oleh Inggris dan Amerika pada tahun 1779 melaui Jay Treaty. Berdasar data ini, perkembangan arbitrase sebagai salah satu sistem alternatif tempat penyelesaian sengketa, sudah berjalan selam adua abad.Sekarang semua negara di dunia telah memiliki Undang-undang arbitrase.
Di Indonesia ketentuan arbitrase diatur dalam Buku Ketiga RV. Dengan demikian, umurnya sudah terlampau tua, karena RV dikodifikasi pada tahun 1884. Oleh karena itu, aturan yang terdapat didalamnya sudah ketinggalan, jika dibandingkan dengan perkembangan kebutuhan.
Memang banyak persamaan prinsip antara arbitrase dengan sistem alternatif yang lain tadi, seperti:
1. sederhana dan cepat (informal dan quick),
2. prinsip konfidensial,
3. diselesaikan oleh pihak ketiga netral yang memiliki pengetahuan khusus secara profesional.
Namun, demikian, di balik persamaan itu terdapat perbedaan dianggap fundamental, sehingga dunia bisnis lebih cenderung memiliki mediation, minitrial atau adjusdication. Perbedaan yang dianggap fundamental, antara lain dapat dikemukakan hal-hal sebagai berikut:
1. Masalah biaya, dianggap sangat mahal (expensive). Biaya yang harus dikeluarkan penyelesaian arbitrase, hampir sama adengan biaya litigasi di pengadilan. Terdapat beberapa komponen biaya yang harus dikeluarkan, sehingga terkadang jauh lebih besar biaya dengan apa yang harus dikeluarkan bila perkara diajukan ke pengadilan. Komponen biaya atrbitrase terdiri dari: (a) Biaya administrasi (b) Honor arbitrator. (c) Biaya transportasi dan akomodasi arbitrator (d) Biaya saksi dan ahli. Komponen biaya yang seperti itu, tidak ada dalam mediasi atau minitrial. Jika pun ada biaya yang harus dikeluarkan, jauh lebih kecil. Apalagi mediasi, boleh dikatakan tanpa biaya atau nominal cost.
2. Masalah sederhana dan cepat. Memang benar salah satu prinsip pokok penyelesaian sengketa melalui arbitrase adalah informal procedure and can be put in motion quickly. Jadi prinsipnya informal dan cepatI. Tetapi kenyataan yang terjadi adalah lain. Tanpa mengurangi banyaknya sengketa yang diselesaikan arbitrase dalam jangka waktu 60-90 hari, Namun banyak pula penyelesaian yang memakan waktu panjang. Bahkan ada yang bertahun-tahun atau puluhan tahun. Apalagi timbul perbedaan pendapat mengenai penunjukkan arbitrase, Rule yang disepakati atau hukum yang hendak diterapkan (governing law), membuat proses penyelesaian bertambah rumit dan panjang.
Kelebihan tersebut antara lain:
1. Dijamin kerahasiaan sengketa para pihak
2. dapat dihindari kelambatan yang diakibatkan karena prosedural dan administratif;
3. para pihak dapat memilih arbiter yang menurut keyakinannya mempunyai pengetahuan, pengalaman serta latar belakang yang cukup mengenai masalah yang disengketakan, jujur dan adil;
4. para pihak dapat menentukan pilihan hukum untuk menyelesaikan masalahnya serta proses dan tempat penyelenggaraan arbitrase; dan
5. putusan arbitrase merupakan putusan yang mengikat para pihak dan dengan melalui tata cara (prosedur) yang sederhana saja ataupun langsung dapat dilaksanakan.
Secara garis besar dapat dikatakan bahwa penyelesaian sengketa dapat digolongkan dalam 3 (tiga) golongan, yaitu:
1. Penyelesaian sengketa dengan menggunakan negosiasi, baik yang bersifat langsung (negtation simplister) maupun dengan penyertaan pihak ketiga (mediasi dan konsiliasi),
2. Penyelesaian sengketa dengan cara litigasi, baik yang bersifat nasional maupun internasional.
3. Penyelesaian sengketa dengan menggunakan arbitrase, baik yang bersifat ad-hoc yang terlembaga.
Arbitrase secara umum dapat dilakukan dalam penyelesaian sengketa publik maupun perdata, namun dalam perkembangannya arbitrase lebih banyak dipilih untuk menyelesaikan sengketa kontraktual (perdata). Sengketa perdata dapat digolongkan menjadi:
1. Quality arbitration, yang menyangkut permasalahan faktual (question of fact) yang dengan sendirinya memerlukan para arbiter dengan kualifikasi teknis yang tinggi.
2. Technical arbitration, yang tidak menyangkut permasalahan faktual, sebagaimana halnya dengan masalah yang timbul dalam dokumen (construction of document) atau aplikasi ketentuan-ketentuan kontrak.
3. Mixed arbitration, sengketa mengenai permasalahan faktual dan hukum (question of fact and law).
PERSAINGAN SEHAT ANTARTIM KERJA
Pernahkah juara dunia lari 100 meter berlomba lari sendirian? Pasti tidak. Apakah sang juara ketika berlari tidak punya keinginan untuk mengalahkan orang lain? Jelas punya keinginan. Nah keinginan itulah sebagai unsur impiannya. Sementara pelari lain merupakan unsur pendorong yang menyebabkan dia mampu menjadi juara. Dia tidak mau kalah dengan pelari lain. Dengan kata lain karena masing-masing pelari ingin menjadi juara maka disitulah terjadi persaingan. Yaitu persaingan untuk menjadi yang terbaik. Dalam dunia kerja, persaingan dalam satu tim bisa diduga akan terjadi persaingan antarindividu. Sementara persaingan dalam satu divisi, misalnya, maka yang terjadi adalah persaingan antartim kerja. Sama saja dengan contoh juara lari, maka suasana persaingan akan membantu tim tertentu menghasilkan yang terbaik. Hal demikian baru bisa tercapai apabila tiap individu tim secara keseluruhan mau belajar, mempraktekan, atau memainkan “pertandingan” atau proses pekerjaan dengan sehat. Dengan kata lain tidak main sikut atau curang. Sebaliknya harus “fair play”; mengikuti aturan dan berjiwa sportif. Obsesinya adalah kalau “juara” maka imbalan dalam bentuk promosi karir akan sudah tampak di depan mata.
Sementara itu persaingan sehat membutuhkan penilaian yang jujur. Setiap catatan keberhasilan seharusnya mencerminkan ciri obyektif. Artinya harus jelas sekali ukuran-ukuran yang dinilai. Kalau dalam suatu tim maka ukuran yang paling mudah adalah produktivitas. Kemudian perlu pengukuran efektifitas dan efisiensinya. Juga perlu ditelaah pada berapa periode “kemenangan” dicapai suatu tim termasuk fluktuasinya. Apakah cenderung berfluktuasi ataukah cenderung terus meningkat ataukah pula hanya datar-datar saja. Perhitungan yang didasarkan pada kondisi nyata akan berkontribusi pada hasil pengukuran yang obyektif. Untuk itu perusahaan harus memiliki standar ukuran suatu proses dan kinerjanya.
Persaingan sehat seharusnya mampu membangun persahabatan. Karena diawali dengan jiwa sportif dan jujur maka tidak ada alasan, persaingan sesama tim dalam satu divisi akan menimbulkan pertentangan antartim. Justru malah sebaliknya yakni persaingan sehat untuk membangun hubungan semakin baik dalam satu tim maupun dengan tim lain. Ikatan ini akan menciptakan motivasi tim dalam mengembangkan persahabatan bahkan persaudaraan yang lebih besar lagi. Kalau ini terjadi maka yang diuntungkan tidak saja individu karyawan dan manajemen tetapi juga organisasi.
Selain itu persaingan sehat tidaklah harus menjadi urusan personal pemain. Artinya persaingan antartim seharusnya dipandang dari sudut untuk memperoleh kesenangan dalam ”bermain”. Setiap individu seharusnya tidak ada yang merasa bersalah lalu kecewa sampai bermuram durja setelah permainan selesai. Justru sebaliknya tiap individu dan kelompok melakukan penilaian diri tentang kekuatan dan kelemahannya. Pokoknya persaingan sehat seharusnya tidak mengenal kata ”beban” baik kalau menang maupun kalau kalah dalam persaingan.
Inti dari persaingan sehat sebenarnya pada upaya membangun perusahaan yang memiliki daya saing tinggi. Karena itu persaingan, dalam prakteknya, membantu individu tim untuk saling memperbaiki performanya. Jangan sampai ekstremnya, para pemain apalagi ketua timnya berselisih atau tidak bertegur sapa dengan tim lainnya. Kalau itu terjadi berarti ada yang kurang sehat di kalangan individu. Konon ”tidak siap” kalah namanya. Karena itu setiap tim seharusnya menempatkan persaingan sesuai dengan tempatnya secara proporsional. Persaingan harus dipandang sebagai saluran untuk ajang saling mengembangkan motivasi, kreasi, dan insiatif. Sekaligus sebagai tempat untuk membuktikan derajat kemampuan berkoordinasi dan derajat kinerja yang dapat dicapai individu dalam suatu tim. Tentunya persaingan sehat ini baru bisa terjadi kalau ada dukungan manajemen puncak dan para pimpinan di tingkat manajemen lainnya.
Sementara itu persaingan sehat membutuhkan penilaian yang jujur. Setiap catatan keberhasilan seharusnya mencerminkan ciri obyektif. Artinya harus jelas sekali ukuran-ukuran yang dinilai. Kalau dalam suatu tim maka ukuran yang paling mudah adalah produktivitas. Kemudian perlu pengukuran efektifitas dan efisiensinya. Juga perlu ditelaah pada berapa periode “kemenangan” dicapai suatu tim termasuk fluktuasinya. Apakah cenderung berfluktuasi ataukah cenderung terus meningkat ataukah pula hanya datar-datar saja. Perhitungan yang didasarkan pada kondisi nyata akan berkontribusi pada hasil pengukuran yang obyektif. Untuk itu perusahaan harus memiliki standar ukuran suatu proses dan kinerjanya.
Persaingan sehat seharusnya mampu membangun persahabatan. Karena diawali dengan jiwa sportif dan jujur maka tidak ada alasan, persaingan sesama tim dalam satu divisi akan menimbulkan pertentangan antartim. Justru malah sebaliknya yakni persaingan sehat untuk membangun hubungan semakin baik dalam satu tim maupun dengan tim lain. Ikatan ini akan menciptakan motivasi tim dalam mengembangkan persahabatan bahkan persaudaraan yang lebih besar lagi. Kalau ini terjadi maka yang diuntungkan tidak saja individu karyawan dan manajemen tetapi juga organisasi.
Selain itu persaingan sehat tidaklah harus menjadi urusan personal pemain. Artinya persaingan antartim seharusnya dipandang dari sudut untuk memperoleh kesenangan dalam ”bermain”. Setiap individu seharusnya tidak ada yang merasa bersalah lalu kecewa sampai bermuram durja setelah permainan selesai. Justru sebaliknya tiap individu dan kelompok melakukan penilaian diri tentang kekuatan dan kelemahannya. Pokoknya persaingan sehat seharusnya tidak mengenal kata ”beban” baik kalau menang maupun kalau kalah dalam persaingan.
Inti dari persaingan sehat sebenarnya pada upaya membangun perusahaan yang memiliki daya saing tinggi. Karena itu persaingan, dalam prakteknya, membantu individu tim untuk saling memperbaiki performanya. Jangan sampai ekstremnya, para pemain apalagi ketua timnya berselisih atau tidak bertegur sapa dengan tim lainnya. Kalau itu terjadi berarti ada yang kurang sehat di kalangan individu. Konon ”tidak siap” kalah namanya. Karena itu setiap tim seharusnya menempatkan persaingan sesuai dengan tempatnya secara proporsional. Persaingan harus dipandang sebagai saluran untuk ajang saling mengembangkan motivasi, kreasi, dan insiatif. Sekaligus sebagai tempat untuk membuktikan derajat kemampuan berkoordinasi dan derajat kinerja yang dapat dicapai individu dalam suatu tim. Tentunya persaingan sehat ini baru bisa terjadi kalau ada dukungan manajemen puncak dan para pimpinan di tingkat manajemen lainnya.
Perlindungan Konsumen
Konsumen berasal dari bahasa Belanda “Konsument” artinya memakai. Menurut para sarjana konsumen diartikan pemakai terakhir dari produk yang diserahkan kepada mereka dari para produsen.
Pasal 1 ayat 2 Undang-undang No. 8 tahun 1999 tentng perlindungan konsumen mendefinisikan konsumen adalah setiap orang pemakai barang atau jasa yang tersedia dalam masyarakat. Baik bagi kepentingan sendiri, keluarga, orang lain, maupun mkhluk hidup lain dan todak untuk diperdagangkan. Dari pengertian tersebut diatas, dapat disimpulkan bhwa pemakai produk itu dapat perorangan atau badan usaha atau badan hukum.
Hak dan kewajiban konsumen dalam Undang-undang perlindungan konsumen antara lain :
Pasal 4 UU No. 8 tahun 1999 mengenai hak konsumen :
Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang atau jasa.
Hak untuk memilih barang atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan.
Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang atau jasa.
Hak untuk didengar pendapat atau keluhan atas barang atau jasa.
Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa konsumen secara patut.
Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen.
Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujr serta tidak diskriminatif.
Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi atau penggantian apabila barang atau jasa yang diterima tidak sesuat dengan perjanjian atau sebagaimana mestinya.
Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Pasal 5 UU No. 8 tahun 1999 mengenai kewajiban konsumen :
Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang atau jasa demi keamanan dan keselamatan.
Beritikad baik dalam melakukan trnsaksi pembelian barang atau jasa.
Membayar sesuai dengan nilai tukar yng disepakati.
Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.
2. Pengertian Produsen
Produsen termasuk dalam pengertian pengusaha, sebab pengusaha dalam arti luas mencakup produsen dan pegadang perantara yaitu setiap orang atau badan usaha yng menghasilkan barang-barang untuk dipasarkan. Selanjutnya produsen dituntut oleh UU no. 8 tahun 19999 untuk taat terhadap hak dan kewajiban sebagai pelaku usaha/produsen.
Pasal 6 Undang-undang tersebut, diatur mengenai hak pelaku usaha/produsen antara lain :
Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang atau jasa yang diperdagangkan.
Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik.
Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen.
Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang atau jasa yang berlaku.
Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji dan atau mencoba barang atau jasa tertentu serta memberi jaminan atau garansi atas barang yang dibuat atau dipergunakan.
Memberi kompensasi, ganti rugi atau penggantian kerugian akibat penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang atau jasa yang diperdagangkan.
Memberi kompensasi, ganti rugi atau penggantin barang atau jasa yang diterima atau dimanfaatjan tidak sesuai dengan perjanjian.
3. Pengertian tanggung Jawab, Tanggung Gugat, dan Dipertanggung jawabkan.
Tanggung jawab berarti orang harus menanggung untuk menjawab segala perbuatannya atas segala yang menjadi kewajibannya dan di bawah pengawasaanya.
Tanggung gugat berarti seseorang harus menanggung terhadap suatu gugatan yang disebabkan oleh perbuatannya yang merugikan orang lain.
Dipertanggung jawabkan berarti orang harus dapat dipertanggungkan kepadanya yaitu keadaan jiwa yang memungkinkan dinyatakan bertanggung jawab terhadap suatu kelakuan dari perbuatannya.
Dengan menggunakan pengertian di atas, maka tanggung gugat produk merupakan usaha untuk menanggung setiap gugatan yang timbul yang disebabkan oleh kerugin karena pemakaian suatu produk.
Tanggung gugat produk makanan yang cacat, berarti tanggung gugat produsen dari produk makan yang merugikan konsumen karena adanya cacat, tentunya cacat yang tidak diketahui pada saat perjanjian itu dibuat. Adapun pengertian makanan cacat adalah makanan yang tidak sempurna, mulai dari proses penyiapan bahan baku, proses produksi sampai dengan pemasaran. Jika kemudian menimbulkan kerugian bagi konsumen maka di sana berarti terjadi cacat produksi.
Menurut pendapat Blombergen bahwa tanggung jawab dapat menggunakan 2 dasar yakni :
a. Tanggung gugat berdasar perjanjian.
b. Tanggung gugat berdasar perbuatan melawan hukum.
Selanjutnya setiap pengaduan konsumen tergadap kerugian yang dideritanya dari pelaku usaha dapat ditempuh melalui 2 cara yang disebut pada pasal 45 ayat 1 :
1. Gugatan kepada pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dengan produsen di luar perdilan dalam hal ini: Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), Lembaga Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM) dan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK)
2. Gugatan kepada pelku usaha melalui perdilan umum menggunakan ketentuan hukum acara perdata, sebagaimana penyelesaian kasus perdata pada umumnya.
Tuntutan/gugatan kerugian konsumen terhadap produsen secara hukum perdata dapat dibedakan menjadi 2 yakni :
1) Kerugian transaksi yaitu kerugian yang timbul dri jual beli barang yang tidak sebagaimana mestinya akibat dari wanprestasi. Misalnya A membeli jeruk dari B, B sengaja memberikan jeruk yang sudah busuk, sehingga menular kepada jeruk-jeruk yang lain milik A.
2) Kerugian produk adalah kerugian tyang langsung atau tidak langsung yang diderita akibat dari hasil produksi, kerugian mana masuk dalam resiko produksi akibat perbuatan melawan hukum.
Pasal 1365 KUH perdata menentukan bahwa : “ Tiap perbuatan melanggar hukum, yang menimbulkan kerugian pada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.
Kemudian pasal 1865 KUH perdata menentukan pula bahwa setiap orang yng mendalilkan bahwa ia mempunyai suatu hak atas guna meneguhkan haknya sendiri, maupun membantah hak orang lain, menunjuk pada suatu peristiwa, diwajibkan membuktikan adanya hak atau peristiwa tersebut.
Berdasarkan ketentuan kedua pasal tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa setiap orang yang dirugikan oleh peristiwa perbuatan/kelalaian, kurang hati-hati, berhak mendapat ganti rugi (kompensasi) atas kerugianny itu. Tetapi untuk mendapatkan hak ganti rugi tersebut undang-undang membebankan pembuktian kesalahan orang lain dalam peristiwa tersebut kepada mereka yang menggugat ganti rugi.
Pasal 1 ayat 2 Undang-undang No. 8 tahun 1999 tentng perlindungan konsumen mendefinisikan konsumen adalah setiap orang pemakai barang atau jasa yang tersedia dalam masyarakat. Baik bagi kepentingan sendiri, keluarga, orang lain, maupun mkhluk hidup lain dan todak untuk diperdagangkan. Dari pengertian tersebut diatas, dapat disimpulkan bhwa pemakai produk itu dapat perorangan atau badan usaha atau badan hukum.
Hak dan kewajiban konsumen dalam Undang-undang perlindungan konsumen antara lain :
Pasal 4 UU No. 8 tahun 1999 mengenai hak konsumen :
Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang atau jasa.
Hak untuk memilih barang atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan.
Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang atau jasa.
Hak untuk didengar pendapat atau keluhan atas barang atau jasa.
Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa konsumen secara patut.
Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen.
Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujr serta tidak diskriminatif.
Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi atau penggantian apabila barang atau jasa yang diterima tidak sesuat dengan perjanjian atau sebagaimana mestinya.
Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Pasal 5 UU No. 8 tahun 1999 mengenai kewajiban konsumen :
Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang atau jasa demi keamanan dan keselamatan.
Beritikad baik dalam melakukan trnsaksi pembelian barang atau jasa.
Membayar sesuai dengan nilai tukar yng disepakati.
Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.
2. Pengertian Produsen
Produsen termasuk dalam pengertian pengusaha, sebab pengusaha dalam arti luas mencakup produsen dan pegadang perantara yaitu setiap orang atau badan usaha yng menghasilkan barang-barang untuk dipasarkan. Selanjutnya produsen dituntut oleh UU no. 8 tahun 19999 untuk taat terhadap hak dan kewajiban sebagai pelaku usaha/produsen.
Pasal 6 Undang-undang tersebut, diatur mengenai hak pelaku usaha/produsen antara lain :
Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang atau jasa yang diperdagangkan.
Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik.
Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen.
Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang atau jasa yang berlaku.
Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji dan atau mencoba barang atau jasa tertentu serta memberi jaminan atau garansi atas barang yang dibuat atau dipergunakan.
Memberi kompensasi, ganti rugi atau penggantian kerugian akibat penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang atau jasa yang diperdagangkan.
Memberi kompensasi, ganti rugi atau penggantin barang atau jasa yang diterima atau dimanfaatjan tidak sesuai dengan perjanjian.
3. Pengertian tanggung Jawab, Tanggung Gugat, dan Dipertanggung jawabkan.
Tanggung jawab berarti orang harus menanggung untuk menjawab segala perbuatannya atas segala yang menjadi kewajibannya dan di bawah pengawasaanya.
Tanggung gugat berarti seseorang harus menanggung terhadap suatu gugatan yang disebabkan oleh perbuatannya yang merugikan orang lain.
Dipertanggung jawabkan berarti orang harus dapat dipertanggungkan kepadanya yaitu keadaan jiwa yang memungkinkan dinyatakan bertanggung jawab terhadap suatu kelakuan dari perbuatannya.
Dengan menggunakan pengertian di atas, maka tanggung gugat produk merupakan usaha untuk menanggung setiap gugatan yang timbul yang disebabkan oleh kerugin karena pemakaian suatu produk.
Tanggung gugat produk makanan yang cacat, berarti tanggung gugat produsen dari produk makan yang merugikan konsumen karena adanya cacat, tentunya cacat yang tidak diketahui pada saat perjanjian itu dibuat. Adapun pengertian makanan cacat adalah makanan yang tidak sempurna, mulai dari proses penyiapan bahan baku, proses produksi sampai dengan pemasaran. Jika kemudian menimbulkan kerugian bagi konsumen maka di sana berarti terjadi cacat produksi.
Menurut pendapat Blombergen bahwa tanggung jawab dapat menggunakan 2 dasar yakni :
a. Tanggung gugat berdasar perjanjian.
b. Tanggung gugat berdasar perbuatan melawan hukum.
Selanjutnya setiap pengaduan konsumen tergadap kerugian yang dideritanya dari pelaku usaha dapat ditempuh melalui 2 cara yang disebut pada pasal 45 ayat 1 :
1. Gugatan kepada pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dengan produsen di luar perdilan dalam hal ini: Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), Lembaga Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM) dan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK)
2. Gugatan kepada pelku usaha melalui perdilan umum menggunakan ketentuan hukum acara perdata, sebagaimana penyelesaian kasus perdata pada umumnya.
Tuntutan/gugatan kerugian konsumen terhadap produsen secara hukum perdata dapat dibedakan menjadi 2 yakni :
1) Kerugian transaksi yaitu kerugian yang timbul dri jual beli barang yang tidak sebagaimana mestinya akibat dari wanprestasi. Misalnya A membeli jeruk dari B, B sengaja memberikan jeruk yang sudah busuk, sehingga menular kepada jeruk-jeruk yang lain milik A.
2) Kerugian produk adalah kerugian tyang langsung atau tidak langsung yang diderita akibat dari hasil produksi, kerugian mana masuk dalam resiko produksi akibat perbuatan melawan hukum.
Pasal 1365 KUH perdata menentukan bahwa : “ Tiap perbuatan melanggar hukum, yang menimbulkan kerugian pada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.
Kemudian pasal 1865 KUH perdata menentukan pula bahwa setiap orang yng mendalilkan bahwa ia mempunyai suatu hak atas guna meneguhkan haknya sendiri, maupun membantah hak orang lain, menunjuk pada suatu peristiwa, diwajibkan membuktikan adanya hak atau peristiwa tersebut.
Berdasarkan ketentuan kedua pasal tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa setiap orang yang dirugikan oleh peristiwa perbuatan/kelalaian, kurang hati-hati, berhak mendapat ganti rugi (kompensasi) atas kerugianny itu. Tetapi untuk mendapatkan hak ganti rugi tersebut undang-undang membebankan pembuktian kesalahan orang lain dalam peristiwa tersebut kepada mereka yang menggugat ganti rugi.
KERJASAMA DIREKTORAT JENDERAL HKI DAN KEPOLISIAN RI DALAM MENINDAK PELANGGARAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL
Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (HKI) bekerjasama dengan Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Direskrimsus) Polda Metro Jaya Polda Metro Jaya melakukan penindakan dan penyitaan terhadap 4 toko yang menjual VCD dan DVD bajakan pada hari Kamis, 12 Mei 2011 di Plaza Semanggi, Jakarta. Tindakan ini merupakan tindak lanjut dari laporan masyarakat terkait pelanggaran hak cipta tersebut. Penindakan dan penyitaan tersebut dipimpin langsung oleh Direktur Penyidikan Direktorat Jenderal HKI, Fathlurachman, S.H., M.M beserta jajarannya. Fathlurachman menyatakan bahwa “dalam penindakan dan penyitaan ini, Direktorat Penyidikan telah berkoordinasi dengan pihak Direskrimsus Polda Metro Jaya sejak laporan mengenai pelanggaran hak cipta diterima. Sebelum melakukan tindakan dan penyitaan ini pun juga terlebih dahulu dilakukan pemanggilan terhadap pelapor, pengecekan dengan beberapa ahli terkait pelanggaran hak cipta dan investigasi secara langsung kelapangan. “Kami tidak bisa secara langsung terjun kelapangan untuk melakukan tindakan sebelum memastikan segala sesuatunya sesuai dengan undang-undang yang berlaku”, ujar Fathlurachman.
Penindakan dan Penyitaan ini hanya merupakan langkah awal untuk selanjutnya akan dilakukan pengembangan ke target yang lebih besar. Dan telah dilakukan pemanggilan terhadap pemilik keempat toko tersebut. Bila dalam 2 kali pemanggilan tidak memenuhi panggilan tersebut akan kami jadikan Daftar Pencarian Orang (DPO). Tindakan dan penyitaan ini merupakan shock therapy bagi masyarakat agar peduli dengan kampanye anti pembajakan”, tegas Salmon Pardede Kasubdit Pengaduan yang bertugas berkoordinasi secara intensif dengan pihak Polda Metro Jaya.
“Dalam aksi penindakan ini, kami berhasil menyita ribuan keping DVD dan VCD bajakan dari 4 toko yang berbeda di Plaza Semanggi. Tindakan ini kami harapkan dapat menjadi warning bagi mal-mal lain yang menjual barang-barang yang melanggar Hak Kekayaan Intelektual, tidak hanya dalam hal pelanggaran hak cipta, kita juga akan melakukan penindakan tehadap pihak-pihak yang melakukan pelanggaran seperti halnya pelanggaran merek dan paten, tegas bapak Andri Anggoro salah satu Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dari Ditjen HKI.
Penindakan dan Penyitaan ini hanya merupakan langkah awal untuk selanjutnya akan dilakukan pengembangan ke target yang lebih besar. Dan telah dilakukan pemanggilan terhadap pemilik keempat toko tersebut. Bila dalam 2 kali pemanggilan tidak memenuhi panggilan tersebut akan kami jadikan Daftar Pencarian Orang (DPO). Tindakan dan penyitaan ini merupakan shock therapy bagi masyarakat agar peduli dengan kampanye anti pembajakan”, tegas Salmon Pardede Kasubdit Pengaduan yang bertugas berkoordinasi secara intensif dengan pihak Polda Metro Jaya.
“Dalam aksi penindakan ini, kami berhasil menyita ribuan keping DVD dan VCD bajakan dari 4 toko yang berbeda di Plaza Semanggi. Tindakan ini kami harapkan dapat menjadi warning bagi mal-mal lain yang menjual barang-barang yang melanggar Hak Kekayaan Intelektual, tidak hanya dalam hal pelanggaran hak cipta, kita juga akan melakukan penindakan tehadap pihak-pihak yang melakukan pelanggaran seperti halnya pelanggaran merek dan paten, tegas bapak Andri Anggoro salah satu Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dari Ditjen HKI.
Wednesday, March 30, 2011
Contoh Surat Perjanjian
SURAT PERNYATAAN AHLI WARIS
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :Nama : SumardiUmur : ………ThPekerjaan : SwastaAlamat : Jln Telaga 20 Kampung Baru Bahwa saya adalah satu-satunya ahli waris dari Almarhum SABRI yang bertempattinggal terakhir di Jln Telaga 20 Kampung Baru Kelurahan Belimbing KecamatanMurung Pudak Kabupaten Tabalong .Surat pernyataan ahli waris ini di kuatkan oleh saksi-saksi :1. Nama : Amrul ( ……………………………)Umur : ………..ThPekerjaan : Swasta ( Ketua RT .016 Kampung Baru )Alamat : Jln Telaga 20 Kampung Baru2. Nama : Sahran ( ……………………………)Umur : ………..ThPekerjaan : SwastaAlamat : Jln Telaga 20 Kampung BaruDemikian surat pernyataan ahli waris ini di buat agar dapat di pergunakan sebagaimanamestinya.Di buat di Murung Pudak
Ahli waris
Sabtu , 29 Januari 2011
Sumardi
Camat Murung Pudak *Di kuatkanLurah Belimbing
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :Nama : SumardiUmur : ………ThPekerjaan : SwastaAlamat : Jln Telaga 20 Kampung Baru Bahwa saya adalah satu-satunya ahli waris dari Almarhum SABRI yang bertempattinggal terakhir di Jln Telaga 20 Kampung Baru Kelurahan Belimbing KecamatanMurung Pudak Kabupaten Tabalong .Surat pernyataan ahli waris ini di kuatkan oleh saksi-saksi :1. Nama : Amrul ( ……………………………)Umur : ………..ThPekerjaan : Swasta ( Ketua RT .016 Kampung Baru )Alamat : Jln Telaga 20 Kampung Baru2. Nama : Sahran ( ……………………………)Umur : ………..ThPekerjaan : SwastaAlamat : Jln Telaga 20 Kampung BaruDemikian surat pernyataan ahli waris ini di buat agar dapat di pergunakan sebagaimanamestinya.Di buat di Murung Pudak
Ahli waris
Sabtu , 29 Januari 2011
Sumardi
Camat Murung Pudak *Di kuatkanLurah Belimbing
JENIS-JENIS PERUSAHAAN
Pada kesempatan kali ini saya menginformasikan mengenai jenis-jenis perusahan, sebelum membahas hal tersebut terlebih dahulu kita bahas mengenai arti dari perusahan itu sendiri. Perusahaan adalah suatu organisai yang melakukan kegiatan menghasilkan barang atau jasa dengan tujuan untuk dijual dan untuk pemperoleh laba dari hasil kegiatan tersebut.
Atas dasar sifat kegiatan produksinya dan produk yang dihasilkan, perusahan dapat digolongkan tiga jenis perushaan yaitu : Perusahaan Jasa, Perusahaan Perdagangan danPerusahaan Manufaktur.
Perusahaan Jasa : jenis perusahanan ini bergerak balam bidang pelayanan yang memberilan kemudahan, kenyamanan, dan kepuasan kepada masyarakat yang memerlukan sebagai contoh :
* Jasa Transformasi diantaranya : perusahan taxi, perusahaan bis, PT Kereta Api Indonesia, Maskapai penerbangan, perusahan pelayaran dll,
* Jasa propesi diantaranya : kantor akuntan, konsutan, dan notari dll
* Jasa hiburan atau Rekreasi diantaranya : taman hiburan, kebun binatang, taman rekreasi, taman wisata dll
* Jasa Reperasi dan Pemeliharan diantaranya : bengkel motordan mobil, tempat pencucian motor dan mobil, cleaning service
Perusahaan Perdagangan: Perusahan yang bergerak dalam bidang jual beli atau kegiatanya melekukan pembelian barang dagangan atau suatu produk untuk mengisi persediaan dan selamjutnya di jual kembali. sebagai contoh diantaranya agen tunggal, pedagang besar/grosir, mini market, depertement store, teserba dll.
Perusahan manufactur : perusahan yang melekukan kegiantan produksi (suatu kegiatan yang dikerjakan untuk menambah nilai guna suatu benda atau menciptakan benda baru sehingga lebih bermanfaat dalam memenuhi kebutuhan ) atau mungubah bahan baku menjadi produk jadi dan siap untuk di jual. sebagai contoh pabrik, industri dll.
Dari informasi ini setidaknya kita dapatkan gambaran untuk mengkatagorikan sebuah perusahan masuk ke dalam katagori yang mana apakah masuk katagori perusahan jasa, atau masuk katagori perusahan dagang dan masuk ke dalam katagori perusahan manufaktur. dan dapatkan juga info istilah-istilah akuntansi. semoga bermanfaat.
Atas dasar sifat kegiatan produksinya dan produk yang dihasilkan, perusahan dapat digolongkan tiga jenis perushaan yaitu : Perusahaan Jasa, Perusahaan Perdagangan danPerusahaan Manufaktur.
Perusahaan Jasa : jenis perusahanan ini bergerak balam bidang pelayanan yang memberilan kemudahan, kenyamanan, dan kepuasan kepada masyarakat yang memerlukan sebagai contoh :
* Jasa Transformasi diantaranya : perusahan taxi, perusahaan bis, PT Kereta Api Indonesia, Maskapai penerbangan, perusahan pelayaran dll,
* Jasa propesi diantaranya : kantor akuntan, konsutan, dan notari dll
* Jasa hiburan atau Rekreasi diantaranya : taman hiburan, kebun binatang, taman rekreasi, taman wisata dll
* Jasa Reperasi dan Pemeliharan diantaranya : bengkel motordan mobil, tempat pencucian motor dan mobil, cleaning service
Perusahaan Perdagangan: Perusahan yang bergerak dalam bidang jual beli atau kegiatanya melekukan pembelian barang dagangan atau suatu produk untuk mengisi persediaan dan selamjutnya di jual kembali. sebagai contoh diantaranya agen tunggal, pedagang besar/grosir, mini market, depertement store, teserba dll.
Perusahan manufactur : perusahan yang melekukan kegiantan produksi (suatu kegiatan yang dikerjakan untuk menambah nilai guna suatu benda atau menciptakan benda baru sehingga lebih bermanfaat dalam memenuhi kebutuhan ) atau mungubah bahan baku menjadi produk jadi dan siap untuk di jual. sebagai contoh pabrik, industri dll.
Dari informasi ini setidaknya kita dapatkan gambaran untuk mengkatagorikan sebuah perusahan masuk ke dalam katagori yang mana apakah masuk katagori perusahan jasa, atau masuk katagori perusahan dagang dan masuk ke dalam katagori perusahan manufaktur. dan dapatkan juga info istilah-istilah akuntansi. semoga bermanfaat.
Tuesday, March 29, 2011
Hal-Hal Wajib di MIliki Perusahaan
Perusahaan mulai menjalankan usahanya, hal-hal yang wajib didaftarkan adalah:
a. nama perseroan dan merek perusahaan.
b. tanggal pendirian perseroan dan jangka waktu berdirinya perseroan
c. kegiatan pokok dan kegiatan usaha lain dan ijin usaha yang dimiliki
d. alamat perusahaan, kantor cabang, kantor pembantu dan agen serta
perwakilan perseroan pada waktu perseroan didirikan dan setiap
perubahannya
e. identitas dan alamat pengurus dan komisaris
f. kegiatan usaha lain dari setiap pengurus dan komisaris
g. modal perusahaan (ditempatkan&disetor)
h. tanggal mulai usaha ,nomor pengesahan badan hokum,
pengajuan
permintaan pendaftaran
Apabila perusahaan berbentuk Koperasi, hal-hal yang wajib didaftarkan adalah:
a. nama koperasi dan merek perusahaan.
b. tanggal pendirian
c. kegiatan pokok dan lain-lain kegiatan usaha
d. alamat perusahaan berdasarkan akta pendirian, berkenaan dengan setiap
pengurus, dan anggota badan pemeriksa.
a. nama perseroan dan merek perusahaan.
b. tanggal pendirian perseroan dan jangka waktu berdirinya perseroan
c. kegiatan pokok dan kegiatan usaha lain dan ijin usaha yang dimiliki
d. alamat perusahaan, kantor cabang, kantor pembantu dan agen serta
perwakilan perseroan pada waktu perseroan didirikan dan setiap
perubahannya
e. identitas dan alamat pengurus dan komisaris
f. kegiatan usaha lain dari setiap pengurus dan komisaris
g. modal perusahaan (ditempatkan&disetor)
h. tanggal mulai usaha ,nomor pengesahan badan hokum,
pengajuan
permintaan pendaftaran
Apabila perusahaan berbentuk Koperasi, hal-hal yang wajib didaftarkan adalah:
a. nama koperasi dan merek perusahaan.
b. tanggal pendirian
c. kegiatan pokok dan lain-lain kegiatan usaha
d. alamat perusahaan berdasarkan akta pendirian, berkenaan dengan setiap
pengurus, dan anggota badan pemeriksa.
Wajib Daftar Perusahaan
1. Dasar Pertimbangan Wajib Daftar Perusahaan
a. Kemajuan dan peningkatan pembangunan nasional pada umumnya dan perkembangan kegiatan ekonomi pada khususnya yang menyebabkan pula berkembangnya dunia usaha dan perusahaan, memerlukan adanya Daftar Perusahaan yang merupakan sumber informasi resmi untuk semua pihak yang berkepentingan mengenai identitas dan hal-hal yang menyangkut dunia usaha dan perusahaan yang didirikan, bekerja serta berkedudukan di wilayah Negara Republik Indonesia,
b. Adanya Daftar Perusahaan itu penting untuk Pemerintah guna melakukan pembinaan, pengarahan, pengawasan dan menciptakan iklim dunia usaha yang sehat karena Daftar Perusahaan mencatat bahan-bahan keterangan yang dibuat secara benar dari setiap kegiatan usaha sehingga dapat lebih menjamin perkembangan dan kepastian berusaha bagi dunia usaha,
c. Bahwa sehubungan dengan hal-hal tersebut di atas perlu adanya Undang-undang tentang Wajib Daftar Perusahaan.
2. Ketentuan Umum Wajib Daftar Perusahaan
Dalam Pasal 1 UU Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan, ketentuan-ketentuan umum yang wajib dipenuhi dalam wajib daftar perusahaan adalah :
a. Daftar Perusahaan adalah daftar catatan resmi yang diadakan menurut atau berdasarkan ketentuan Undang-undang ini dan atau peraturan-peraturan pelaksanaannya, dan memuat hal-hal yang wajib didaftarkan oleh setiap perusahaan serta disahkan oleh pejabat yang berwenang dari kantor pendaftaran perusahaan;
Daftar catatan resmi terdiri formulir-formulir yang memuat catatan lengkap mengenai hal-hal yang wajib didaftarkan;
b. Perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang menjalankan setiap jenis usaha yang bersifat tetap dan terus menerus dan yang didirikan, bekerja serta berkedudukan dalam wilayah Negara Republik Indonesia, untuk tujuan memperoleh keuntungan dan atau laba;
Termasuk juga perusahaan-perusahaan yang dimiliki atau bernaung dibawah lembaga-lembaga sosial, misalnya, yayasan.
c. Pengusaha adalah setiap orang perseorangan atau persekutuan atau badan hukum yang menjalankan sesuatu jenis perusahaan;
Dalam hal pengusaha perseorangan, pemilik perusahaan adalah pengusaha yang bersangkutan.
d. Usaha adalah setiap tindakan, perbuatan atau kegiatan apapun dalam bidang perekonomian, yang dilakukan oleh setiap pengusaha untuk tujuan memperoleh keuntungan dan atau laba;
e. Menteri adalah Menteri yang bertanggungjawab dalam bidang perdagangan.
3. Tujuan dan Sifat
Daftar Perusahaan bertujuan mencatat bahan-bahan keterangan yang dibuat secara benar dari suatu perusahaan dan merupakan sumber informasi resmi untuk semua pihak yang berkepentingan mengenai identitas, data, serta keterangan lainnya tentang perusahaan yang tercantum dalam Daftar Perusahaan dalam rangka menjamin kepastian berusaha ( Pasal 2 ).
Tujuan daftar perusahaan :
• Mencatat secara benar-benar keterangan suatu perusahaan meliputi identitas, data serta keterangan lain tentang perusahaan.
• Menyediakan informasi resmi untuk semua pihak yangberkepentingan.
• Menjamin kepastian berusaha bagi dunia usaha.
• Menciptakan iklim dunia usaha yang sehat bagi dunia usaha.
• Terciptanya transparansi dalam kegiatan dunia usaha.
Daftar Perusahaan bersifat terbuka untuk semua pihak. Yang dimaksud dengan sifat terbuka adalah bahwa Daftar Perusahaan itu dapat dipergunakan oleh pihak ketiga sebagai sumber informasi ( Pasal 3 ).
4. Kewajiban Pendaftaran
a. Setiap perusahaan wajib didaftarkan dalam Daftar Perusahaan.
b. Pendaftaran wajib dilakukan oleh pemilik atau pengurus perusahaan yang bersangkutan atau dapat diwakilkan kepada orang lain dengan memberikan surat kuasa yang sah.
c. Apabila perusahaan dimiliki oleh beberapa orang, para pemilik berkewajiban untuk melakukan pendaftaran. Apabila salah seorang daripada mereka telah memenuhi kewajibannya, yang lain dibebaskan daripada kewajiban tersebut.
d. Apabila pemilik dan atau pengurus dari suatu perusahaan yang berkedudukan di wilayah Negara Republik Indonesia tidak bertempat tinggal di wilayah Negara Republik Indonesia, pengurus atau kuasa yang ditugaskan memegang pimpinan perusahaan berkewajiban untuk mendaftarkan ( Pasal 5 ).
5. Cara dan Tempat serta Waktu Pendaftaran
Menurut Pasal 9 :
a. Pendaftaran dilakukan dengan cara mengisi formulir pendaftaran yang ditetapkan oleh Menteri pada kantor tempat pendaftaran perusahaan.
b. Penyerahan formulir pendaftaran dilakukan pada kantor pendaftaran perusahaan, yaitu :
1. di tempat kedudukan kantor perusahaan;
2. di tempat kedudukan setiap kantor cabang, kantor pembantu perusahaan atau kantor anak perusahaan;
3. di tempat kedudukan setiap kantor agen dan perwakilan perusahaan yang mempunyai wewenang untuk mengadakan perjanjian.
c. Dalam hal suatu perusahaan tidak dapat didaftarkan sebagaimana dimaksud dalam ayat b pasal ini, pendaftaran dilakukan pada kantor pendaftaran perusahaan di Ibukota Propinsi tempat kedudukannya.
Pendaftaran wajib dilakukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan setelah perusahaan mulai menjalankan usahanya.
Sesuatu perusahaan dianggap mulai menjalankan usahanya pada saat menerima izin usaha dari instansi teknis yang berwenang ( Pasal 10 ).
a. Kemajuan dan peningkatan pembangunan nasional pada umumnya dan perkembangan kegiatan ekonomi pada khususnya yang menyebabkan pula berkembangnya dunia usaha dan perusahaan, memerlukan adanya Daftar Perusahaan yang merupakan sumber informasi resmi untuk semua pihak yang berkepentingan mengenai identitas dan hal-hal yang menyangkut dunia usaha dan perusahaan yang didirikan, bekerja serta berkedudukan di wilayah Negara Republik Indonesia,
b. Adanya Daftar Perusahaan itu penting untuk Pemerintah guna melakukan pembinaan, pengarahan, pengawasan dan menciptakan iklim dunia usaha yang sehat karena Daftar Perusahaan mencatat bahan-bahan keterangan yang dibuat secara benar dari setiap kegiatan usaha sehingga dapat lebih menjamin perkembangan dan kepastian berusaha bagi dunia usaha,
c. Bahwa sehubungan dengan hal-hal tersebut di atas perlu adanya Undang-undang tentang Wajib Daftar Perusahaan.
2. Ketentuan Umum Wajib Daftar Perusahaan
Dalam Pasal 1 UU Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan, ketentuan-ketentuan umum yang wajib dipenuhi dalam wajib daftar perusahaan adalah :
a. Daftar Perusahaan adalah daftar catatan resmi yang diadakan menurut atau berdasarkan ketentuan Undang-undang ini dan atau peraturan-peraturan pelaksanaannya, dan memuat hal-hal yang wajib didaftarkan oleh setiap perusahaan serta disahkan oleh pejabat yang berwenang dari kantor pendaftaran perusahaan;
Daftar catatan resmi terdiri formulir-formulir yang memuat catatan lengkap mengenai hal-hal yang wajib didaftarkan;
b. Perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang menjalankan setiap jenis usaha yang bersifat tetap dan terus menerus dan yang didirikan, bekerja serta berkedudukan dalam wilayah Negara Republik Indonesia, untuk tujuan memperoleh keuntungan dan atau laba;
Termasuk juga perusahaan-perusahaan yang dimiliki atau bernaung dibawah lembaga-lembaga sosial, misalnya, yayasan.
c. Pengusaha adalah setiap orang perseorangan atau persekutuan atau badan hukum yang menjalankan sesuatu jenis perusahaan;
Dalam hal pengusaha perseorangan, pemilik perusahaan adalah pengusaha yang bersangkutan.
d. Usaha adalah setiap tindakan, perbuatan atau kegiatan apapun dalam bidang perekonomian, yang dilakukan oleh setiap pengusaha untuk tujuan memperoleh keuntungan dan atau laba;
e. Menteri adalah Menteri yang bertanggungjawab dalam bidang perdagangan.
3. Tujuan dan Sifat
Daftar Perusahaan bertujuan mencatat bahan-bahan keterangan yang dibuat secara benar dari suatu perusahaan dan merupakan sumber informasi resmi untuk semua pihak yang berkepentingan mengenai identitas, data, serta keterangan lainnya tentang perusahaan yang tercantum dalam Daftar Perusahaan dalam rangka menjamin kepastian berusaha ( Pasal 2 ).
Tujuan daftar perusahaan :
• Mencatat secara benar-benar keterangan suatu perusahaan meliputi identitas, data serta keterangan lain tentang perusahaan.
• Menyediakan informasi resmi untuk semua pihak yangberkepentingan.
• Menjamin kepastian berusaha bagi dunia usaha.
• Menciptakan iklim dunia usaha yang sehat bagi dunia usaha.
• Terciptanya transparansi dalam kegiatan dunia usaha.
Daftar Perusahaan bersifat terbuka untuk semua pihak. Yang dimaksud dengan sifat terbuka adalah bahwa Daftar Perusahaan itu dapat dipergunakan oleh pihak ketiga sebagai sumber informasi ( Pasal 3 ).
4. Kewajiban Pendaftaran
a. Setiap perusahaan wajib didaftarkan dalam Daftar Perusahaan.
b. Pendaftaran wajib dilakukan oleh pemilik atau pengurus perusahaan yang bersangkutan atau dapat diwakilkan kepada orang lain dengan memberikan surat kuasa yang sah.
c. Apabila perusahaan dimiliki oleh beberapa orang, para pemilik berkewajiban untuk melakukan pendaftaran. Apabila salah seorang daripada mereka telah memenuhi kewajibannya, yang lain dibebaskan daripada kewajiban tersebut.
d. Apabila pemilik dan atau pengurus dari suatu perusahaan yang berkedudukan di wilayah Negara Republik Indonesia tidak bertempat tinggal di wilayah Negara Republik Indonesia, pengurus atau kuasa yang ditugaskan memegang pimpinan perusahaan berkewajiban untuk mendaftarkan ( Pasal 5 ).
5. Cara dan Tempat serta Waktu Pendaftaran
Menurut Pasal 9 :
a. Pendaftaran dilakukan dengan cara mengisi formulir pendaftaran yang ditetapkan oleh Menteri pada kantor tempat pendaftaran perusahaan.
b. Penyerahan formulir pendaftaran dilakukan pada kantor pendaftaran perusahaan, yaitu :
1. di tempat kedudukan kantor perusahaan;
2. di tempat kedudukan setiap kantor cabang, kantor pembantu perusahaan atau kantor anak perusahaan;
3. di tempat kedudukan setiap kantor agen dan perwakilan perusahaan yang mempunyai wewenang untuk mengadakan perjanjian.
c. Dalam hal suatu perusahaan tidak dapat didaftarkan sebagaimana dimaksud dalam ayat b pasal ini, pendaftaran dilakukan pada kantor pendaftaran perusahaan di Ibukota Propinsi tempat kedudukannya.
Pendaftaran wajib dilakukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan setelah perusahaan mulai menjalankan usahanya.
Sesuatu perusahaan dianggap mulai menjalankan usahanya pada saat menerima izin usaha dari instansi teknis yang berwenang ( Pasal 10 ).
Perbedaan Perikatan dan Perjanjian
Kata perjanjian dan kata perikatan merupakan istilah yang telah dikenal dalam Kitab Undang Undang Hukum Perdata (KUHPerdata). Pada dasarnya KUHPerdata tidak secara tegas memberikan definisi dari perikatan, akan tetapi pendekatan terhadap pengertian perikatan dapat diketahui dari pengertian perjanjian dalam Pasal 1313 KUH Perdata yang didefinisikan sebagai suatu perbuatan hukum dengan mana salah satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.
Sekalipun dalam KHUPerdata definisi dari perikatan tidak dipaparkan secara tegas, akan tetapi dalam pasal 1233 KUHPerdata ditegaskan bahwa perikatan selain dari Undang-undang, perikatan dapat juga dilahirkan dari perjanjian. Dengan demikian suatu perikatan belum tentu merupakan perjanjian sedangkan perjanjian merupakan perikatan. Dengan kalimat lain, bila definisi dari pasal 1313 KUHPerdata tersebut dihubungkan dengan maksud dari pasal 1233 KUHPerdata, maka terlihat bahwa pengertian dari perikatan, karena perikatan tersebut dapat lahir dari perjanjian itu sendiri.
Sebagai bahan perbandingan untuk membantu memahami perbedaan dua istilah tersebut, perlu dikutip pendapat Prof Subekti dalam bukunya Hukum Perjanjian mengenai perbedaan pengertian dari perikatan dengan perjanjian. Beliau memberikan definisi dari perikatan sebagai berikut:
“Suatu perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu.”
Sedangkan perjanjian didefinisikan sebagai berikut:
“Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.”
Hakekat antara perikatan dan perjanjian pada dasarnya sama, yaitu merupakan hubungan hukum antara pihak-pihak yang diikat didalamnya, namun pengertian perikatan lebih luas dari perjanjian, sebab hubungan hukum yang ada dalam perikatan munculnya tidak hanya dari perjanjian tetapi juga dari aturan perundang-undangan. Hal lain yang membedakan keduanya adalah bahwa perjanjian pada hakekatnya merupakan hasil kesepakatan para pihak, jadi sumbernya benar-benar kebebasan pihak-pihak yang ada untuk diikat dengan perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1338 KUHPerdata. Sedangkan perikatan selain mengikat karena adanya kesepakatan juga mengikat karena diwajibkan oleh undang undang, contohnya perikatan antara orangtua dengan anaknya muncul bukan karena adanya kesepakatan dalam perjanjian diantara ayah dan anak tetapi karena perintah undang-undang.
Selain itu, perbedaan antara perikatan dan perjanjian juga terletak pada konsekuensi hukumnya. Pada perikatan masing-masing pihak mempunyai hak hukum untuk menuntut pelaksanaan prestasi dari masing-masing pihak yang telah terikat. Sementara pada perjanjian tidak ditegaskan tentang hak hukum yang dimiliki oleh masing-masing pihak yang berjanji apabila salah satu dari pihak yang berjanji tersebut ternyata ingkar janji, terlebih karena pengertian perjanjian dalam Pasal 1313 KUHPerdata menimbulkan kesan seolah-olah hanya merupakan perjanjian sepihak saja. Definisi dalam pasal tersebut menggambarkan bahwa tindakan dari satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih, tidak hanya merupakan suatu perbuatan hukum yang mengikat tetapi dapat pula merupakan perbuatan tanpa konsekuensi hukum.
Konsekuensi hukum lain yang muncul dari dua pengertian itu adalah bahwa oleh karena dasar perjanjian adalah kesepakatan para pihak, maka tidak dipenuhinya prestasi dalam perjanjian menimbulkan ingkar janji (wanprestasi), sedangkan tidak dipenuhinya suatu prestasi dalam perikatan menimbulkan konsekuensi hukum sebagai perbuatan melawan hukum (PMH).
Berdasarkan pemahaman tersebut jelaslah bahwa adanya perbedaan pengertian antara perjanjian dan perikatan hanyalah didasarkan karena lebih luasnya pengertian perikatan dibandingkan perjanjian. Artinya didalam hal pengertian perjanjian sebagai bagian dari perikatan, maka perikatan akan mempunyai arti sebagai hubungan hukum atau perbuatan hukum yang mengikat antara dua orang atau lebih, yang salah satu pihak mempunyai kewajiban untuk memenuhi prestasi tersebut. Bila salah satu pihak yang melakukan perikatan tersebut tidak melaksanakan atau terlambat melaksanakan prestasi, pihak yang dirugikan akibat dari perbuatan melawan hukum tersebut berhak untuk menuntut pemenuhan prestasi atau penggantian kerugian dalam bentuk biaya, ganti rugi dan bunga.
Uraian diatas memperlihatkan bahwa perikatan dapat meliputi dua arti, yaitu pada satu sisi sebagai perjanjian yang memang konsekuensi hukumnya sangat tergantung pada pihak-pihak yang terikat didalamnya, dan pada sisi lain merupakan perikatan yang mempunyai konsekuensi hukum yang jelas. Sekalipun perjanjian sebagai suatu perikatan muncul bukan dari undang-udang tetapi memiliki kekuatan hukum yang sama dengan perikatan yang muncul dari undang-undang, yaitu berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang diikat didalamnya.
Sekalipun dalam KHUPerdata definisi dari perikatan tidak dipaparkan secara tegas, akan tetapi dalam pasal 1233 KUHPerdata ditegaskan bahwa perikatan selain dari Undang-undang, perikatan dapat juga dilahirkan dari perjanjian. Dengan demikian suatu perikatan belum tentu merupakan perjanjian sedangkan perjanjian merupakan perikatan. Dengan kalimat lain, bila definisi dari pasal 1313 KUHPerdata tersebut dihubungkan dengan maksud dari pasal 1233 KUHPerdata, maka terlihat bahwa pengertian dari perikatan, karena perikatan tersebut dapat lahir dari perjanjian itu sendiri.
Sebagai bahan perbandingan untuk membantu memahami perbedaan dua istilah tersebut, perlu dikutip pendapat Prof Subekti dalam bukunya Hukum Perjanjian mengenai perbedaan pengertian dari perikatan dengan perjanjian. Beliau memberikan definisi dari perikatan sebagai berikut:
“Suatu perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu.”
Sedangkan perjanjian didefinisikan sebagai berikut:
“Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.”
Hakekat antara perikatan dan perjanjian pada dasarnya sama, yaitu merupakan hubungan hukum antara pihak-pihak yang diikat didalamnya, namun pengertian perikatan lebih luas dari perjanjian, sebab hubungan hukum yang ada dalam perikatan munculnya tidak hanya dari perjanjian tetapi juga dari aturan perundang-undangan. Hal lain yang membedakan keduanya adalah bahwa perjanjian pada hakekatnya merupakan hasil kesepakatan para pihak, jadi sumbernya benar-benar kebebasan pihak-pihak yang ada untuk diikat dengan perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1338 KUHPerdata. Sedangkan perikatan selain mengikat karena adanya kesepakatan juga mengikat karena diwajibkan oleh undang undang, contohnya perikatan antara orangtua dengan anaknya muncul bukan karena adanya kesepakatan dalam perjanjian diantara ayah dan anak tetapi karena perintah undang-undang.
Selain itu, perbedaan antara perikatan dan perjanjian juga terletak pada konsekuensi hukumnya. Pada perikatan masing-masing pihak mempunyai hak hukum untuk menuntut pelaksanaan prestasi dari masing-masing pihak yang telah terikat. Sementara pada perjanjian tidak ditegaskan tentang hak hukum yang dimiliki oleh masing-masing pihak yang berjanji apabila salah satu dari pihak yang berjanji tersebut ternyata ingkar janji, terlebih karena pengertian perjanjian dalam Pasal 1313 KUHPerdata menimbulkan kesan seolah-olah hanya merupakan perjanjian sepihak saja. Definisi dalam pasal tersebut menggambarkan bahwa tindakan dari satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih, tidak hanya merupakan suatu perbuatan hukum yang mengikat tetapi dapat pula merupakan perbuatan tanpa konsekuensi hukum.
Konsekuensi hukum lain yang muncul dari dua pengertian itu adalah bahwa oleh karena dasar perjanjian adalah kesepakatan para pihak, maka tidak dipenuhinya prestasi dalam perjanjian menimbulkan ingkar janji (wanprestasi), sedangkan tidak dipenuhinya suatu prestasi dalam perikatan menimbulkan konsekuensi hukum sebagai perbuatan melawan hukum (PMH).
Berdasarkan pemahaman tersebut jelaslah bahwa adanya perbedaan pengertian antara perjanjian dan perikatan hanyalah didasarkan karena lebih luasnya pengertian perikatan dibandingkan perjanjian. Artinya didalam hal pengertian perjanjian sebagai bagian dari perikatan, maka perikatan akan mempunyai arti sebagai hubungan hukum atau perbuatan hukum yang mengikat antara dua orang atau lebih, yang salah satu pihak mempunyai kewajiban untuk memenuhi prestasi tersebut. Bila salah satu pihak yang melakukan perikatan tersebut tidak melaksanakan atau terlambat melaksanakan prestasi, pihak yang dirugikan akibat dari perbuatan melawan hukum tersebut berhak untuk menuntut pemenuhan prestasi atau penggantian kerugian dalam bentuk biaya, ganti rugi dan bunga.
Uraian diatas memperlihatkan bahwa perikatan dapat meliputi dua arti, yaitu pada satu sisi sebagai perjanjian yang memang konsekuensi hukumnya sangat tergantung pada pihak-pihak yang terikat didalamnya, dan pada sisi lain merupakan perikatan yang mempunyai konsekuensi hukum yang jelas. Sekalipun perjanjian sebagai suatu perikatan muncul bukan dari undang-udang tetapi memiliki kekuatan hukum yang sama dengan perikatan yang muncul dari undang-undang, yaitu berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang diikat didalamnya.
Saturday, March 26, 2011
Macam-Macam Subjek Hukum
Subjek hukum adalah semua pihak yang dapat melakukan perbuatan hukum dan dapat dimintai pertanggung jawabannya atas lahirnya peristiwa hukum adapun subjek hukum terbagi dua yang terdiri dari :
1. Orang
2. Badan Hukum
Badan hukum yang termasuk subjek hukum adalah :
1. Perseroan Terbatas
2. Organisasi
3. CV
4. Firma
5. Koperasi
6. Perusahaan Perorangan
7. Pemerintah
1. Orang
2. Badan Hukum
Badan hukum yang termasuk subjek hukum adalah :
1. Perseroan Terbatas
2. Organisasi
3. CV
4. Firma
5. Koperasi
6. Perusahaan Perorangan
7. Pemerintah
Monday, March 21, 2011
Subyek Hukum Badan
Hak dan kewajiban dimiliki orang. Mempunyai hak yang sama, dan mempunyai kewajibannya masing-masing. Dan ada wewenangnya sendiri-sendiri. Wewenang itu ada dua, yaitu
1. Wewenang memiliki hak (rechtsbevoegdheid), dan
2. Wewenang menjalankan perbuatan hukum dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Kategori subjek hukum adalah manusia (Natuurlijk person) dan Badan hukum (Rechts Person).
Pembagian Subyek Hukum
Ø Subjek Hukum Manusia (Natuurlijk Persoon) :
Pengertian secara yuridisnya ada dua alasan yang menyebutkan alasan manusia sebagai subyek hukum yaitu:
1. Manusia mempunyai hak-hak subyektif.
2. Mempunyai kewenangan hukum, dalam hal ini kewenangan hukum berarti, kecakapan untuk menjadi subyek hukum, yaitu sebagai pendukung hak dan kewajiban.
Pengertian subjek hukum manusia secara umumnya adalah setiap orang yang mempunyai kedudukan yang sama selaku pendukung hak dan kewajiban. Pada prinsipnya orang sebagai subjek hukum dimulai sejak lahir hingga meninggal dunia. Namun ada pengecualian menurut Pasal 2 KUHPerdata, bahwa bayi yang masih ada di dalam kandungan ibunya dianggap telah lahir dan menjadi subjek hukum jika kepentingannya menghendaki, seperti dalam hal kewarisan. Namun, apabila dilahirkan dalam keadaan meninggal dunia, maka menurut hukum ia dianggap tidak pernah ada, sehingga ia bukan termasuk subjek Hukum
Ada juga golongan manusia yang tidak dapat menjadi subjek hukum, karena tidak cakap dalam melakukan perbuatan hukum (Personae miserabile) yaitu :
1. Anak yang masih dibawah umur, belum dewasa dan belum menikah.
2. Orang yang berada dalam pengampuan (curatele) yaitu orang yang sakit ingatan, pemabuk, pemboros, dan Isteri yang tunduk pada pasal 110 KUHP, yg sudah dicabut oleh SEMA No.3/1963
Ø Subjek Hukum Badan hukum (Rechtspersoon)
Subjek hukum badan hukum adalah suatu perkumpulan atau lembaga yang dibuat oleh hukum dan mempunyai tujuan tertentu. Sebagai subjek hukum, badan hukum mempunyai syarat-syarat yang telah ditentukan oleh hukum yaitu Teori Kekayaan bertujuan :
1. Memiliki kekayaan yg terpisah dari kekayaan anggotanya.
2. Hak dan Kewajiban badan hukum terpisah dari hak dan kewajiban para anggotanya.
1. Wewenang memiliki hak (rechtsbevoegdheid), dan
2. Wewenang menjalankan perbuatan hukum dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Kategori subjek hukum adalah manusia (Natuurlijk person) dan Badan hukum (Rechts Person).
Pembagian Subyek Hukum
Ø Subjek Hukum Manusia (Natuurlijk Persoon) :
Pengertian secara yuridisnya ada dua alasan yang menyebutkan alasan manusia sebagai subyek hukum yaitu:
1. Manusia mempunyai hak-hak subyektif.
2. Mempunyai kewenangan hukum, dalam hal ini kewenangan hukum berarti, kecakapan untuk menjadi subyek hukum, yaitu sebagai pendukung hak dan kewajiban.
Pengertian subjek hukum manusia secara umumnya adalah setiap orang yang mempunyai kedudukan yang sama selaku pendukung hak dan kewajiban. Pada prinsipnya orang sebagai subjek hukum dimulai sejak lahir hingga meninggal dunia. Namun ada pengecualian menurut Pasal 2 KUHPerdata, bahwa bayi yang masih ada di dalam kandungan ibunya dianggap telah lahir dan menjadi subjek hukum jika kepentingannya menghendaki, seperti dalam hal kewarisan. Namun, apabila dilahirkan dalam keadaan meninggal dunia, maka menurut hukum ia dianggap tidak pernah ada, sehingga ia bukan termasuk subjek Hukum
Ada juga golongan manusia yang tidak dapat menjadi subjek hukum, karena tidak cakap dalam melakukan perbuatan hukum (Personae miserabile) yaitu :
1. Anak yang masih dibawah umur, belum dewasa dan belum menikah.
2. Orang yang berada dalam pengampuan (curatele) yaitu orang yang sakit ingatan, pemabuk, pemboros, dan Isteri yang tunduk pada pasal 110 KUHP, yg sudah dicabut oleh SEMA No.3/1963
Ø Subjek Hukum Badan hukum (Rechtspersoon)
Subjek hukum badan hukum adalah suatu perkumpulan atau lembaga yang dibuat oleh hukum dan mempunyai tujuan tertentu. Sebagai subjek hukum, badan hukum mempunyai syarat-syarat yang telah ditentukan oleh hukum yaitu Teori Kekayaan bertujuan :
1. Memiliki kekayaan yg terpisah dari kekayaan anggotanya.
2. Hak dan Kewajiban badan hukum terpisah dari hak dan kewajiban para anggotanya.
Pengertian Subjek Hukum dan Objek Hukum
Subjek hukum ialah suatu pihak yang berdasarkan hukum telah mempunyai hak/kewajiban/kekuasaan tertentu atas sesuatu tertentu.
Pada dasarnya subjek hukum dapat dibedakan atas:
a. Orang
b. Badan hukum
Sejak lahirnya setiap orang pasti menjadi subjek hukum, seseorang itu menjadi subjek hukum sampai pada saat meninggalnya. Baru setelah kematianyalah seseorang dianggap berhenti menjadi subjek hukum.
Badan hukum ialah suatu badan usaha yang berdasarkan hukum yang berlaku serta berdasarkan pada kenyataan persyaratan yang telah dipenuhinya telah diakui sebagai badan hukum, yakni badan usaha yang telah dianggap atau digolongkan berkedudukan sebagai subjek hukum sehingga mempunyai kedudukan yang sama dengan orang, meskipun dalam menggunakan hak dan melaksanakan kewajibannya harus dilakukan atau diwakilkan melalui para pengurusnya.
Contoh-contoh badan hukum: PT (Perseroan Terbatas), Yayasan, PN (Perusahaan Negara), Perjan (Perusahaan Jawatan), dan sebagainya.
Objek hukum Objek hukum adalah segala sesuatu yang bermanfaat bagi subjek hukum dan dapat menjadi objek dalam suatu hubungan hukum. Misalkan benda-benda ekonomi, yaitu benda-benda yang untuk dapat diperoleh manusia memerlukan “pengorbanan” dahulu sebelumnya. Hal pengorbanan dan prosedur perolehan benda-benda tersebut inilah yang menjadi sasaran pengaturan hukum dan merupakan perwujudan dari hak dan kewajiban subjek hukum yang bersangkutan sehingga benda-benda ekonomi tersebut menjadi objek hukum. Sebaliknya benda-benda non ekonomi tidak termasuk objek hukum karena untuk memperoleh benda-benda non ekonomi tidak diperlukan pengorbanan mengingat benda-benda tersebut dapat diperoleh secara bebas.
benda-benda non ekonomi tidak termasuk objek hukum. Misalkan sinar matahari, air hujan, hembusan angin, aliran air di daerah pegunungan yang terus mengalir melalui sungai-sungai atau saluran-saluran air.
Untuk memperoleh itu semua kita tidak perlu membayar atau mengeluarkan pengorbanan apapun juga, mengingat jumlahnya yang tak terbatas dan selalu ada. Lain halnya dengan benda-benda ekonomi yang jumlahnya terbatas dan tidak selalu ada, sehingga untuk memperolehnya diperlukan suatu pengorbanan tertentu, umpamanya melalui, pembayaran imbalan, dan sebagainya.
Pada dasarnya subjek hukum dapat dibedakan atas:
a. Orang
b. Badan hukum
Sejak lahirnya setiap orang pasti menjadi subjek hukum, seseorang itu menjadi subjek hukum sampai pada saat meninggalnya. Baru setelah kematianyalah seseorang dianggap berhenti menjadi subjek hukum.
Badan hukum ialah suatu badan usaha yang berdasarkan hukum yang berlaku serta berdasarkan pada kenyataan persyaratan yang telah dipenuhinya telah diakui sebagai badan hukum, yakni badan usaha yang telah dianggap atau digolongkan berkedudukan sebagai subjek hukum sehingga mempunyai kedudukan yang sama dengan orang, meskipun dalam menggunakan hak dan melaksanakan kewajibannya harus dilakukan atau diwakilkan melalui para pengurusnya.
Contoh-contoh badan hukum: PT (Perseroan Terbatas), Yayasan, PN (Perusahaan Negara), Perjan (Perusahaan Jawatan), dan sebagainya.
Objek hukum Objek hukum adalah segala sesuatu yang bermanfaat bagi subjek hukum dan dapat menjadi objek dalam suatu hubungan hukum. Misalkan benda-benda ekonomi, yaitu benda-benda yang untuk dapat diperoleh manusia memerlukan “pengorbanan” dahulu sebelumnya. Hal pengorbanan dan prosedur perolehan benda-benda tersebut inilah yang menjadi sasaran pengaturan hukum dan merupakan perwujudan dari hak dan kewajiban subjek hukum yang bersangkutan sehingga benda-benda ekonomi tersebut menjadi objek hukum. Sebaliknya benda-benda non ekonomi tidak termasuk objek hukum karena untuk memperoleh benda-benda non ekonomi tidak diperlukan pengorbanan mengingat benda-benda tersebut dapat diperoleh secara bebas.
benda-benda non ekonomi tidak termasuk objek hukum. Misalkan sinar matahari, air hujan, hembusan angin, aliran air di daerah pegunungan yang terus mengalir melalui sungai-sungai atau saluran-saluran air.
Untuk memperoleh itu semua kita tidak perlu membayar atau mengeluarkan pengorbanan apapun juga, mengingat jumlahnya yang tak terbatas dan selalu ada. Lain halnya dengan benda-benda ekonomi yang jumlahnya terbatas dan tidak selalu ada, sehingga untuk memperolehnya diperlukan suatu pengorbanan tertentu, umpamanya melalui, pembayaran imbalan, dan sebagainya.
Tuesday, February 15, 2011
HUKUM PERDATA DI INDONESIA
salah satu bidang hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki subyek hukum dan hubungan antara subyek hukum. Hukum perdata disebut pula hukum privat atau hukum sipil sebagai lawan dari hukum publik.
Hukum publik mengatur hal-hal yang berkaitan dengan negara serta kepentingan umum misalnya politik dan pemilu (hukum tata negara), kegiatan pemerintahan sehari-hari (hukum administrasi atau tata usaha negara), kejahatan (hukum pidana)
Hukum perdata mengatur hubungan antara penduduk atau warga negara sehari-hari, seperti misalnya kedewasaan seseorang, perkawinan, perceraian, kematian, pewarisan, harta benda, kegiatan usaha dan tindakan-tindakan yang bersifat perdata lainnya.
Terjadinya hubungan hukum antara pihak-pihak menunjukkan adanya subyek sebagai pelaku dan benda yang dipermasalahkan oleh para pihak sebagai obyek hukum.
Subyek hukum adalah segala sesuatu yang dapat mempunyai hak dan kewajiban untuk bertindak dalam hukum. Terdiri dari orang dan badan hukum.
Obyek hukum adalah segala sesuatu berguna bagi subyek hukum dan dapat menjadi pokok suatu hubungan hukum yang dilakukan oleh subyek hukum. Obyek hukum adalah benda.
Hak adalah kekuasaan, kewenangan yang diberikan oleh hukum kepada subyek hukum.
Kewajiban adalah beban yang diberikan oleh hukum kepada orang ataupun badan hukum.
Ada beberapa sistem hukum yang berlaku di dunia dan perbedaan sistem hukum tersebut juga mempengaruhi bidang hukum perdata, antara lain:
a. sistem hukum Anglo-Saxon (Common Law) yaitu sistem hukum yang berlaku di Kerajaan Inggris Raya termasuk negara persemakmuran atau negara-negara yang terpengaruh oleh Inggris, misalnya Amerika Serikat.
b. sistem hukum Eropa Continental, sistem hukum yang diterapkan di daratan Eropa.
Hukum perdata di Indonesia didasarkan pada hukum perdata di Belanda, khususnya hukum perdata Belanda pada masa penjajahan.
Kitab Undang-undang Hukum Perdata (dikenal KUHPer.) yang berlaku di Indonesia tidak lain adalah terjemahan dari ''Burgerlijk Wetboek'' (atau dikenal dengan BW) yang berlaku di kerajaan Belanda dan diberlakukan di Indonesia berdasarkan azas konkordansi (azas persamaan hukum). Untuk Indonesia yang saat itu masih bernama Hindia Belanda, BW diberlakukan mulai 1859. Hukum perdata Belanda sendiri disadur dari hukum perdata yang berlaku di Perancis dengan beberapa penyesuaian.
Kitab undang-undang hukum perdata (disingkat KUHPer) terdiri dari empat bagian, yaitu:
I. Buku I tentang Orang
Mengatur tentang hukum perseorangan dan hukum keluarga, yaitu hukum yang mengatur status serta hak dan kewajiban yang dimiliki oleh subyek hukum. Antara lain ketentuan mengenai timbulnya hak keperdataan seseorang, kelahiran, kedewasaan, perkawinan, keluarga, perceraian dan hilangnya hak keperdataan. Khusus untuk bagian perkawinan, sebagian ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan.
II. Buku II tentang Kebendaan
Mengatur tentang hukum benda, yaitu hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki subyek hukum yang berkaitan dengan benda, antara lain hak-hak kebendaan, waris dan penjaminan. Yang dimaksud dengan benda meliputi :
1. benda berwujud (tangible assets)
a. bergerak, misalnya kendaraan bermotor, perhiasan.
b. tidak bergerak misalnya tanah, bangunan dan kapal dengan berat tertentu.
2. benda tidak berwujud (intangible assets) misalnya hak tagih atau piutang, termasuk Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI).
Khusus untuk bagian tanah, sebagian ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU nomor 5 tahun 1960 tentang agraria. Begitu pula bagian mengenai penjaminan dengan hipotik, telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU tentang hak tanggungan.
III. Buku III tentang Perikatan
Mengatur tentang hukum perikatan (perjanjian), yaitu hukum yang mengatur tentang hak dan kewajiban antara subyek hukum di bidang perikatan, antara lain tentang jenis-jenis perikatan (yang terdiri dari perikatan yang timbul dari (ditetapkan) undang-undang dan perikatan yang timbul dari adanya perjanjian), syarat-syarat dan tata cara pembuatan suatu perjanjian.
Khusus untuk bidang perdagangan, Kitab undang-undang hukum dagang (KUHD) juga dipakai sebagai acuan. Isi KUHD berkaitan erat dengan KUHPer, khususnya Buku III. Bisa dikatakan KUHD adalah bagian khusus dari KUHPer.
IV. Buku IV tentang Daluarsa dan Pembuktian
Mengatur hak dan kewajiban subyek hukum (khususnya batas atau tenggat waktu) dalam mempergunakan hak-haknya dalam hukum perdata dan hal-hal yang berkaitan dengan pembuktian.
Hukum publik mengatur hal-hal yang berkaitan dengan negara serta kepentingan umum misalnya politik dan pemilu (hukum tata negara), kegiatan pemerintahan sehari-hari (hukum administrasi atau tata usaha negara), kejahatan (hukum pidana)
Hukum perdata mengatur hubungan antara penduduk atau warga negara sehari-hari, seperti misalnya kedewasaan seseorang, perkawinan, perceraian, kematian, pewarisan, harta benda, kegiatan usaha dan tindakan-tindakan yang bersifat perdata lainnya.
Terjadinya hubungan hukum antara pihak-pihak menunjukkan adanya subyek sebagai pelaku dan benda yang dipermasalahkan oleh para pihak sebagai obyek hukum.
Subyek hukum adalah segala sesuatu yang dapat mempunyai hak dan kewajiban untuk bertindak dalam hukum. Terdiri dari orang dan badan hukum.
Obyek hukum adalah segala sesuatu berguna bagi subyek hukum dan dapat menjadi pokok suatu hubungan hukum yang dilakukan oleh subyek hukum. Obyek hukum adalah benda.
Hak adalah kekuasaan, kewenangan yang diberikan oleh hukum kepada subyek hukum.
Kewajiban adalah beban yang diberikan oleh hukum kepada orang ataupun badan hukum.
Ada beberapa sistem hukum yang berlaku di dunia dan perbedaan sistem hukum tersebut juga mempengaruhi bidang hukum perdata, antara lain:
a. sistem hukum Anglo-Saxon (Common Law) yaitu sistem hukum yang berlaku di Kerajaan Inggris Raya termasuk negara persemakmuran atau negara-negara yang terpengaruh oleh Inggris, misalnya Amerika Serikat.
b. sistem hukum Eropa Continental, sistem hukum yang diterapkan di daratan Eropa.
Hukum perdata di Indonesia didasarkan pada hukum perdata di Belanda, khususnya hukum perdata Belanda pada masa penjajahan.
Kitab Undang-undang Hukum Perdata (dikenal KUHPer.) yang berlaku di Indonesia tidak lain adalah terjemahan dari ''Burgerlijk Wetboek'' (atau dikenal dengan BW) yang berlaku di kerajaan Belanda dan diberlakukan di Indonesia berdasarkan azas konkordansi (azas persamaan hukum). Untuk Indonesia yang saat itu masih bernama Hindia Belanda, BW diberlakukan mulai 1859. Hukum perdata Belanda sendiri disadur dari hukum perdata yang berlaku di Perancis dengan beberapa penyesuaian.
Kitab undang-undang hukum perdata (disingkat KUHPer) terdiri dari empat bagian, yaitu:
I. Buku I tentang Orang
Mengatur tentang hukum perseorangan dan hukum keluarga, yaitu hukum yang mengatur status serta hak dan kewajiban yang dimiliki oleh subyek hukum. Antara lain ketentuan mengenai timbulnya hak keperdataan seseorang, kelahiran, kedewasaan, perkawinan, keluarga, perceraian dan hilangnya hak keperdataan. Khusus untuk bagian perkawinan, sebagian ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan.
II. Buku II tentang Kebendaan
Mengatur tentang hukum benda, yaitu hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki subyek hukum yang berkaitan dengan benda, antara lain hak-hak kebendaan, waris dan penjaminan. Yang dimaksud dengan benda meliputi :
1. benda berwujud (tangible assets)
a. bergerak, misalnya kendaraan bermotor, perhiasan.
b. tidak bergerak misalnya tanah, bangunan dan kapal dengan berat tertentu.
2. benda tidak berwujud (intangible assets) misalnya hak tagih atau piutang, termasuk Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI).
Khusus untuk bagian tanah, sebagian ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU nomor 5 tahun 1960 tentang agraria. Begitu pula bagian mengenai penjaminan dengan hipotik, telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU tentang hak tanggungan.
III. Buku III tentang Perikatan
Mengatur tentang hukum perikatan (perjanjian), yaitu hukum yang mengatur tentang hak dan kewajiban antara subyek hukum di bidang perikatan, antara lain tentang jenis-jenis perikatan (yang terdiri dari perikatan yang timbul dari (ditetapkan) undang-undang dan perikatan yang timbul dari adanya perjanjian), syarat-syarat dan tata cara pembuatan suatu perjanjian.
Khusus untuk bidang perdagangan, Kitab undang-undang hukum dagang (KUHD) juga dipakai sebagai acuan. Isi KUHD berkaitan erat dengan KUHPer, khususnya Buku III. Bisa dikatakan KUHD adalah bagian khusus dari KUHPer.
IV. Buku IV tentang Daluarsa dan Pembuktian
Mengatur hak dan kewajiban subyek hukum (khususnya batas atau tenggat waktu) dalam mempergunakan hak-haknya dalam hukum perdata dan hal-hal yang berkaitan dengan pembuktian.
PENGERTIAN HUKUM PERDATA
Hukum perdata adalah segala peraturan hukum yang mengatur hubungan hukum antara orang yang satu dengan dan dengan orang yang lain.
Subscribe to:
Posts (Atom)